Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel | Jejak Sang Penari [4]

6 Agustus 2017   07:39 Diperbarui: 6 Agustus 2017   18:15 581
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tapi aku ingin bertemu Ibu. Aku merindukannya...."

Sekarang, tak bisa kutahan lagi---aku benar-benar menangis.

***

Bapa Made, teman Papi itu, sudah pergi meninggalkan motel sejak beberapa menit lalu. Ia berjanji akan datang esok pagi menjemputku. Meski rasa kecewa menggayuti pikiranku, aku tidak bisa berbuat apa-apa selain mengiyakan. Aku sangat bergantung padanya.

Kuputuskan berjalan-jalan sebentar keluar kamar. Udara ternyata sangat dingin. Kakiku melangkah agak terseok, menyusuri badan trotoar lalu berhenti di sebuah taman kota. Masih terlihat beberapa pengunjung di sana, di taman kota itu. Mereka duduk-duduk di bangku taman yang lampunya menyala tidak begitu terang. 

Satu dua pedagang asongan hilir mudik menjajakan barang dagangan mereka, sambil sesekali menyapa pengunjung saat berpapasan.

"Goednavond, Mister..." suara serak menegurku. Aku menoleh. Kukira ia adalah salah satu dari pedagang asongan itu. Ia memakai topi kumal dan kain serupa syal yang dililitkan hampir menutupi seluruh wajahnya. Hanya matanya saja yang terlihat. Aku berpikir, ia berpenampilan seperti itu tentu untuk mengurangi hawa dingin yang menusuk.

"Selamat malam," aku menyambut salamnya seraya duduk di bangku taman yang kebetulan kosong.

"Oh, hebat sekali! Anda sangat fasih berbahasa Indonesia," pedagang asongan itu memuji. Suaranya yang serak menyiratkan kegembiraan yang sama denganku. Kegembiraan menemukan teman mengobrol. 

Aku beringsut memberinya tempat duduk.

"Malam yang indah, ya,  Mister.  Meski daganganku sama sekali belum laku..." pedagang itu berkata sembari tertawa kecil. Ia meletakkan kotak kayu yang berada di pelukannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun