Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cerpen | Ranjang Pengantin

1 Agustus 2017   09:25 Diperbarui: 3 Agustus 2017   13:41 1366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tuan Gary seharian itu sibuk berkeliling kota. Keluar masuk dari toko mebel satu ke toko mebel lainnya. Tapi hingga matahari condong ke barat, ia belum juga  menemukan apa yang dicari.

Tuan Gary nyaris memutuskan pulang ketika mata tua-nya menangkap sebuah toko kecil bertuliskan "Jual Beli Barang Bekas" di ujung jalan. Toko itu letaknya agak tersembunyi. Barang-barang yang dipajang pun hanya sedikit.

Tuan Gary memutuskan mampir sejenak ke toko itu. Siapa tahu barang yang dicarinya ada di sana.

"Anda membutuhkan sesuatu, Tuan?" pemilik toko berkaca mata menyambutnya ramah. Tuan Gary mengangguk.

"Aku mencari sebuah ranjang untuk hadiah pernikahan putriku."

"Oh, kami memilikinya Tuan! Ranjang antik terbuat dari kayu jati pilihan. Mari ikuti saya," pemilik toko berjalan mendahului. Tuan Gary mengikuti.

Ternyata ranjang yang dimaksud berada di ruang toko paling belakang. Tuan Gary mengamati barang antik itu sejenak. Kondisinya masih bagus. Terlihat sangat kuat. Sebagai pemanis, terdapat ornamen ukiran di sana-sini. Hanya pernisnya saja yang terlihat sudah kusam.

"Saya menjual murah ranjang ini kepada Anda. Bukan apa-apa. Saya hanya ikut merasa senang karena putri Anda akan segera melangsungkan pernikahan. Siapa nama putri Anda?"

"Rihana. Ia akan menikah dengan William."

"Woow, menarik sekali! Nama putri Tuan mirip nama seorang Ratu."

"Terima kasih. Berapa harga yang kau tawarkan?"

Pemilik toko menyebutkan angka yang membuat mata Tuan Gary terbelalak.

"Mahal sekali!"

"Saya kira tidak, Tuan. Untuk barang antik sebagus ini, harga itu tergolong sangat murah."

Tuan Gary terdiam sejenak. Pikirannya menimbang-nimbang. Jujur dalam hati ia menyukai ranjang kayu jati berukir itu. Sejenak ia meraba kantung celananya. Lalu mengeluarkan dompet dan mengintip cermat isinya.

Ia menarik napas lega. Uangnya masih cukup untuk membayar seharga nominal yang disebutkan oleh pemilik toko itu.

Baru saja usai melakukan transaksi pembayaran, seorang laki-laki jangkung, berwajah pucat, masuk ke dalam toko dengan tergesa.

"Saya menginginkan ranjang antik itu!"

"Maaf Tuan, ranjang ini baru saja laku terjual," pemilik toko menyahut.

"Ya, sayalah orang yang beruntung mendapatkannya," Tuan Gary tersenyum bangga ke arah laki-laki yang baru datang itu.

"Saya bersedia membeli barang ini dua kali lipat dari harga yang sudah Anda bayar!" laki-laki itu menatap Tuan Gary serius. Tuan Gary menyipitkan mata. Sejenak pikirannya bimbang. Harga dua kali lipat? Wow...bukankah ia bisa membeli ranjang yang lebih bagus dari ranjang tua itu?

"Bagaimana?" laki-laki jangkung itu menegaskan.

"Saya kira...saya terlanjur menyukai ranjang ini. Jadi saya tidak akan menjualnya," Tuan Gary akhirnya memutuskan.

Laki-laki jangkung itu terlihat sangat kecewa. Ia lalu pergi meninggalkan toko tanpa berkata apa-apa.

Hari itu juga, Tuan Gary membawa pulang ranjang yang baru saja dibelinya. Ia meletakkan barang berukir itu di kamar depan yang kosong. Kamar yang akan menjadi tempat peraduan putri kesayangannya saat menikah nanti.

Tuan Gary membersihkan ranjang itu dari debu dan melapnya hati-hati dengan kain flanel yang halus. Ia meneliti sekujur badan ranjang sembari berpikir, nanti jika ada waktu ia ingin memoles ulang benda antik itu dengan pernis warna coklat yang lebih muda agar terlihat cerah. Ia membayangkan, Rihana pasti akan senang sekali.

Tangannya terus menyusuri bagian-bagian tersembunyi ranjang. Dan agak terkejut ketika menemukan sebuah lubang kecil pada pojok ranjang. Lubang apakah itu? Tuan Gary menajamkan penglihatannya.

Dan dugaannya benar. Ranjang itu memiliki sebuah laci rahasia. Sekilas laci itu tidak terlihat karena tersamarkan oleh ukiran yang rapat.

Tuan Gary berusaha menarik lubang kecil samar itu menggunakan ujung gunting yang tergeletak di atas meja. Hatinya berdegup ketika ia berhasil membuka laci rahasia itu.

Dari dalam laci ia menemukan secarik kertas yang dilipat kecil dan warnanya sudah menguning kecoklatan. Tangan Tuan Gary gemetar saat membuka lipatan kertas itu.

Ratu Rihana, menikah pada usia 20 tahun. Mendapatkan seorang suami bernama William. Di ranjang pengantin ini mereka menghabiskan malam pertama. Dan esoknya, seluruh kerajaan dihebohkan oleh meninggalnya sang ratu dalam keadaan mengenaskan. Tubuhnya bersimbah darah dengan luka menganga lebar pada lehernya. Diduga ia dibunuh oleh suaminya sendiri, William. Ranjang berdarah ini sengaja dibuang untuk menghilangkan sial.

Seketika tubuh Tuan Gary gemetar. Ia melipat kembali kertas di tangannya itu dan berjalan sempoyongan menuju kursi. Ia menghempaskan diri di sana.

Suara ketukan halus pada pintu membuatnya menoleh.

"Oh, ini bagus sekali!" Rihana, putrinya masuk dengan mata berbinar. "Ranjang ini untukku, Ayah?"

Ragu Tuan Gary menggeleng. Rihana tampak kecewa.

"Lalu...untuk siapa Ayah?"

"Untuk seseorang yang sedari tadi mengintai rumah kita, Rihana. Lelaki jangkung yang saat ini tengah berdiri di depan pintu pagar," jari Tuan Gary menunjuk ke luar rumah.

Mata Rihana mengikuti arah jari Ayahnya . Gadis cantik itu menyibak tirai kamar perlahan. Tampak seorang laki-laki, jangkung berdiri menunggu.

"Katakan pada lelaki jangkung itu anakku. Ayah bersedia menjual ranjang pengantin ini dengan harga yang pernah ia tawarkan...."

Rihana mengernyit alis. Ia merasa ada sesuatu yang tengah dikhawatirkan oleh Ayahnya. Gadis cerdas itu kemudian berjalan menuju ranjang berukir itu. Matanya sibuk meneliti. Dan ia tersenyum ketika menemukan laci rahasia yang posisinya sedikit menonjol.

Gadis itu menarik lubang laci dengan jepit rambutnya. Dan ia menemukan secarik kertas yang tadi sempat dibaca oleh Tuan Gary.

Usai membaca kertas itu kembali Rihana tersenyum. Lalu tanpa berkata apa-apa ia berlalu meninggalkan kamar menuju luar rumah menemui lelaki jangkung yang masih berdiri di depan pintu pagar.

"Apakah kau masih menginginkan ranjang itu?" Rihana menyentuh pintu pagar.

"Tentu saja! Tapi aku berubah pikiran. Aku hanya akan membelinya di bawah harga pembelian."

Rihana tertawa.

"Katakan kepada pemilik toko barang bekas itu, Ayahku tidak seperti pembeli-pembeli sebelumnya. Ia tidak akan bertindak bodoh."

"Apa maksudmu?" lelaki jangkung itu mulai resah.

"Maksudku adalah, kalian tidak bisa menipu kami. Berhentilah berdagang dengan cara menakut-nakuti pembeli. Laci rahasia dan isi surat itu hanya akal-akalan bukan? Ingat, aku bisa saja melaporkan modus penipuan kalian kepada polisi," Rihana menatap tajam ke arah lelaki jangkung di hadapannya.

Lelaki jangkung itu terkejut. Lalu tanpa menoleh lagi ia pergi meninggalkan rumah Rihana dengan langkah tersandung.

Rihana berjalan ringan menemui Ayahnya kembali. Dikecupnya pipi keriput sang Ayah yang masih duduk termangu di dalam kamar. Dipeluknya punggung renta itu sembari berbisik," Ayah, selama ada aku, tak akan kubiarkan seorang pun menipumu...."

***

Malang, 01 Agustus 2017

Lilik Fatimah Azzahra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun