Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Artikel Utama

Cerpen | Dongeng Keseribu

28 Juli 2017   16:36 Diperbarui: 2 Agustus 2017   00:07 1027
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kukira, Ibunda Ratu-lah penyebabnya. Ia terlalu pilih-pilih perihal mencari menantu. Bagaimana tidak, Pangeran Hans, pewaris tahta kerajaan satu-satunya, usianya sudah melampaui batas. Tapi hingga kini ia belum juga bertemu jodoh.

"Calon istrimu tidak saja harus pintar mengurus rumah, mengasuh anak, tapi juga wajib pandai mendongeng," kata-kata itu selalu terucap dari bibir Ibunda Ratu. Semacam warning---yang tentu saja membuat Pangeran Hans hanya bisa mengangguk, pasrah.

Mencari seorang pendongeng sebenarnya tidak sulit. Ada banyak gadis cantik yang memiliki bakat bercerita. Tapi masalahnya, Ibunda Ratu memperketat persyaratan, calon yang dicari bukan pendongeng biasa. Melainkan ia harus bisa menghafal sebanyak seribu dongeng. 

Dan sudah menjadi rahasia umum, bahwa akhir-akhir ini pihak kerajaan tengah berupaya menelisik gadis-gadis. Mencari calon menantu sesuai dengan kriteria Ibunda Ratu. Bahkan Pangeran Hans pun akhirnya ikut turun tangan. Ia berbaur bersama rakyat jelata.

Jadi jangan kaget jika kau melewati jalan sepanjang pintu gerbang wilayah kerajaan terlihat wajah-wajah jelita tengah berkerumun berbagi kisah. Juga perpustakaan yang dikelola kerajaan, yang selama ini sepi bak pekuburan, tiba-tiba dipenuhi oleh gadis-gadis cantik yang mendadak  kutu buku. Petugas perpus yang biasanya memiliki banyak waktu luang untuk duduk-duduk mengobrol sambil menikmati kopi, kini terlihat sangat sibuk. Mereka kewalahan melayani para gadis yang meminjam buku demi menguasai dongeng dan berangan-angan menjadi pendamping hidup Pangeran Hans.

"Kisah Cinderella," seorang gadis menyodorkan kartu anggota di atas meja.

"Kosong," Merlin, sang petugas perpus menjawab singkat.

"Putri Salju," ujar gadis itu lagi.

"Sedang keluar."

"Rumah Coklat, Si Kerudung Merah, Putri Tidur, Thumbellina, Tiga Babi Kecil, Kue Jahe, Kucing Bersepatu Laras, Angsa Ajaib, Tiga Biji Jeruk, ...."

"Semua buku yang kau sebut sedang dipinjam!" suara Merlin meninggi. Ia memang sudah lelah. 

"Jadi buku apa yang masih tersisa?" gadis yang baru datang itu menatap Merlin. Wajahnya memelas. Merlin hanya mengangkat bahu.

"Tolong beri tahu aku," gadis itu masih menatap Merlin. Matanya yang bulat berkejap-kejap. Merlin akhirnya mengalah.

"Ada buku tua yang sudah kusam. Tak seorang pun pernah menyentuhnya. Kau bisa mengambilnya sendiri di rak pojok paling atas," jari Merlin menunjuk ke suatu tempat. Mata gadis itu berbinar. Ia mengucap terima kasih, berulang kali, meski Merlin sama sekali tidak peduli.

"Hohoho, bagaimana caranya aku bisa meraih buku itu?" gadis itu bergumam sendiri. Pandangannya sibuk mencari-cari. Dan ia terlonjak gembira saat melihat sebuah tangga bersandar pada dinding tak jauh dari tempatnya berdiri.

"Hati-hati Sonya!" sebuah suara berseru. Gadis yang dipanggil Sonya itu menoleh mendadak, menyebabkan tangga yang dinaikinya oleng ke kiri. Ia pun kehilangan keseimbangan. Dan... bruuuk! Tubuhnya yang mungil jatuh bergedebum ke lantai.

Sonya meringis. Sembari mengelus pinggangnya yang ngilu ia berdiri. Matanya sibuk mencari-cari, siapa gerangan yang baru saja berseru mengingatkannya?

Tak ada siapa pun.

Kepalanya menengadah, menatap ke arah rak kembali. Lalu ia membetulkan tangga yang roboh dan perlahan menaikinya.

"Kubilang sekali lagi, hati-hati, Sonya!" kembali suara keras menegurnya. Kali ini Sonya tidak menggubris. Juga tidak menoleh. Kakinya terus saja melangkah menapaki anak tangga hingga yakin tangannya mampu menjangkau buku tua yang dicarinya.

Dan ia menarik napas lega. Buku itu berhasil diraihnya. Kemudian didekapnya buku itu erat-erat.

"Huft, akhirnya kau mendapatkanku, Sonya!" buku dalam dekapannya berseru. Kali ini Sonya tidak bisa lagi menyembunyikan perasaannya. Ia melempar buku tua itu, dan bruuukk...terdengar suara gedebum untuk kedua kali.

"Aduh...Sonya! Kau menindihku!" buku tua bersampul kusam itu menggeliat. Sonya terhenyak. Bergegas ia bangun. Keringat dingin mulai membasahi keningnya. Setengah tidak percaya ia menatap pada buku yang masih tergeletak di atas lantai. Tidak salahkah pendengaranku? Benarkah buku tua itu yang bicara padaku? Jangan-jangan pikiranku sedang tidak beres. Sonya berkali mencubit lengannya sendiri.

"Jangan menatapku seperti itu, Sonya! Tolong bantu aku!" buku tua itu berseru lagi. Tapi Sonya sudah memutuskan, ia harus segera pergi dari tempat itu. Jika tidak, ia akan menjadi gila karena berpikir buku tua itu bisa berkata-kata.

"Kau tidak boleh pergi," sebuah suara, lembut, mencegah langkah Sonya. Gadis itu terperangah.

"Pangeran Hans?"

Pangeran Hans yang berdiri tak jauh di belakangnya tersenyum.

"Aku suka dongengmu barusan, " Pangeran Hans mengulurkan tangan bermaksud menyentuh pundak gadis itu. Sonya mengernyit alis.

"Saya tidak sedang mendongeng, Pangeran. Saya justru ingin membaca satu kisah untuk melengkapi dongeng yang sudah saya hafal di luar kepala."

"Sudah berapa dongeng yang kau kuasai?"

"Sembilan ratus sembilan puluh delapan."

Wajah Pangeran Hans berseri.

"Kau gadis yang aku cari. Dongeng buku tua yang bisa bicara... dan pertemuan kita ini, akan melengkapi dongengmu menjadi seribu kisah."

Sonya tertegun. Ia tidak mengira, kesukaannya mendongeng membuatnya bisa menjadi menantu kerajaan. Dan yang lebih membahagiakan, malam itu sembari berdansa, Sonya menceritakan lagi satu dongeng kepada Pangeran Hans---tentang Sonya, Putri Seorang Tukang Sol Sepatu.

***

Malang, 28 July 2017

Lilik Fatimah Azzahra

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun