"Aduh...Sonya! Kau menindihku!" buku tua bersampul kusam itu menggeliat. Sonya terhenyak. Bergegas ia bangun. Keringat dingin mulai membasahi keningnya. Setengah tidak percaya ia menatap pada buku yang masih tergeletak di atas lantai. Tidak salahkah pendengaranku? Benarkah buku tua itu yang bicara padaku? Jangan-jangan pikiranku sedang tidak beres. Sonya berkali mencubit lengannya sendiri.
"Jangan menatapku seperti itu, Sonya! Tolong bantu aku!" buku tua itu berseru lagi. Tapi Sonya sudah memutuskan, ia harus segera pergi dari tempat itu. Jika tidak, ia akan menjadi gila karena berpikir buku tua itu bisa berkata-kata.
"Kau tidak boleh pergi," sebuah suara, lembut, mencegah langkah Sonya. Gadis itu terperangah.
"Pangeran Hans?"
Pangeran Hans yang berdiri tak jauh di belakangnya tersenyum.
"Aku suka dongengmu barusan, " Pangeran Hans mengulurkan tangan bermaksud menyentuh pundak gadis itu. Sonya mengernyit alis.
"Saya tidak sedang mendongeng, Pangeran. Saya justru ingin membaca satu kisah untuk melengkapi dongeng yang sudah saya hafal di luar kepala."
"Sudah berapa dongeng yang kau kuasai?"
"Sembilan ratus sembilan puluh delapan."
Wajah Pangeran Hans berseri.
"Kau gadis yang aku cari. Dongeng buku tua yang bisa bicara... dan pertemuan kita ini, akan melengkapi dongengmu menjadi seribu kisah."