Aku baru saja rampung mengenakan gaun warna gading itu ketika alunan musik lembut dari piringan hitam mulai terdengar. Bing menyongsongku dengan wajah sumringah.
“Ayolah sayang, kenakan sepatu kaca itu.”
Ragu aku menatap sepasang sepatu bening yang masih terpajang rapi di atas meja.
“Bergegaslah cintaku...” Bing menyentuh pundakku. Musik lembut masih mengalun. Bing berjalan menuju meja. Tangannya meraih sepatu kaca dan membawanya ke hadapanku. Kemudian dengan hati-hati ia membantuku mengenakannya.
Kini kedua kakiku telah terbungkus sepatu kaca yang indah. Sesaat aku melambung, merasa bagai seorang putri---benar-benar seorang putri yang siap berdansa dengan pangeran pujaannya.
Kakiku mulai melangkah, hanya satu langkah saja. Keraguan masih merasuki hatiku.
Bing memeluk erat pinggangku. "Ayolah, sayang, kita berdansa," ujarnya seraya membimbingku.
Musik kian mendayu-dayu. Aku mencoba mengayun langkah kedua.
Tapi sesuatu terjadi.
Kreteeek....pyaarrrr...sepatu kaca yang kukenakan pecah berkeping membentuk kristal-kristal halus dan berserak ke lantai.
“Bing!” aku menjerit panik. Tanganku mencengkeram lengannya kuat-kuat. Wajahku pucat pasi.