Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Senja dan Rak Buku Nomor 8

5 Juni 2017   06:09 Diperbarui: 5 Juni 2017   08:19 1346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.ahlidesaininterior.com

Kakiku melangkah terburu menyusuri koridor panjang Perpustakaan Kota. Lalu berhenti tepat di depan rak nomor 8 yang terletak di ruang paling ujung. Kuraih sebuah buku tebal. Buku berisi kumpulan cerita yang pada sampulnya tertulis nama Jayshinta. 

Entah mengapa, senja itu tanganku agak gemetar. Buku di tanganku terasa lebih berat dari biasanya. Begitu juga saat membuka lembar demi lembar halaman buku bersampul merah marun itu, mataku nanar,  menyusuri huruf demi huruf tanpa jeda, mencari beberapa kalimat dalam bentuk percakapan.

Huft, akhirnya kutemukan juga. Percakapan yang tertulis pada lembar halaman ketiga.

“Kau tetap bisa bertemu denganku, Shin. Kapan pun engkau mau.”

“Aku memegang  janjimu, Jay.”

“Kau bisa mengandalkanku.”

“Benarkah, Jay?”

“Kau meragukanku, Shin?”

"Jujur, iya."

"Kenapa begitu?"

"Karena...aku khawatir kau melakukan hal yang sama seperti mereka. Meninggalkanku."

“Sudah kubilang, aku akan selalu ada untukmu, Shin. Aku akan tetap berada di sini. Bersamamu.”

Senja kian tenggelam. Lampu-lampu di ruang perpustakaan mulai dinyalakan. Beberapa pengunjung beranjak pergi. Tapi aku tidak. Aku tetap duduk bergeming menyimak buku tebal di hadapanku.

“Hari ini aku sangat bingung dan sedih,” aku bicara pada buku itu. “Keluarlah Jay, please,” kutatap berlama-lama lembar halaman yang masih terbuka. 

Tak ada jawaban. 

"Jay...kau bisa mendengarku bukan?" mataku masih belum lepas dari buku tebal itu, menunggu. Tapi tak terdengar apa-apa.  Aku mulai kesal sekaligus resah. Tanganku bergerak. Kuraih ujung buku dengan kasar dan menjungkirbalikannya. Memukulkannya berulang pada permukaan meja hingga menimbulkan bunyi berisik. 

Berharap dengan cara itu Jay mau mengatakan sesuatu, atau setidaknya merespon kata-kataku.

“Sebentar lagi perpustakaan akan tutup, Mbak,”  seorang petugas berseragam mendekat dan memperingatkanku. Aku mengangguk, menghentikan gerakan tanganku.

“Jay, kau lihat, bukan? Bahkan tempat ini pun tak lagi memberi keleluasaan bagiku. Keluarlah Jay. Jangan hanya menjadi tokoh dalam kisah kita," aku berbisik.

“Shin, jika aku keluar dari dalam buku ini...maka kau akan kehilangan aku. Selamanya.” Akhirnya kudengar juga jawaban dari Jay.  "Kita pernah membicarakan hal ini sebelumnya, bukan?"

"Tapi Jay...hari ini aku benar-benar membutuhkanmu. Kau lihat betapa kacaunya aku!" Kuangkat perlahan buku tebal yang hurufnya bergerak meliuk ke sana kemari. Lalu kudekatkan sampulnya pada wajahku. "Seperti yang sudah-sudah, Jay, aku gagal! Aku kehilangan!”

“Ada yang pergi lagi, Shin?”

“Iya, Jay.”

“Jika begitu anggap saja ia bukan yang terbaik bagimu.”

“Tapi aku terlanjur mencintainya, Jay. Mencintai lelaki yang mengaku dirinya robot Alien itu...”

“Itulah dirimu, Shin! Selalu membiarkan cinta---menguasaimu.” Jay mengomeliku.

“Tidakkah kau ingin keluar dari halaman buku ini, Jay? Sebentar saja....” Aku tak memedulikan omelannya. Aku hanya ingin dia keluar dari buku yang selama ini memenjarakannya. 

“Kau ingin melihatku hancur berkeping, Shin? Sudah pernah kujelaskan, jika aku menyalahi kodratku keluar dari halaman buku cerita ini, maka aku akan lenyap. Selamanya.”

Aku menghela napas panjang. Kuhirup udara sebanyak-banyaknya.

“Jika begitu, beritahu aku, bagaimana caranya agar aku bisa masuk ke dalam buku ini dan bertemu denganmu.” Aku mengiba. Menatap buku tebal itu dengan mata meredup.

Lama tak terdengar jawaban. Sampai akhirnya Jay mengalah.

"Baiklah, Shin. Sekarang pejamkan matamu...."

***

Blam! 

Terdengar pintu perpustakaan ditutup dan dikunci dari luar.

Senja telah menghilang. 

Begitu juga aku. Tak seorang pun menyadari, tidak juga petugas perpustakaan berseragam itu, bahwa beberapa saat lalu, seorang perempuan berwajah murung bernama Shinta, tubuhnya perlahan menguar seperti asap, lalu lenyap masuk ke dalam halaman buku bersampul merah marun.

Esoknya, seorang petugas yang biasa piket di pagi hari, menemukan buku tebal itu tercecer di atas meja dalam keadaan terbuka. Petugas itu meraihnya dan memajangnya kembali di atas rak nomor 8.. Sembari mengelus permukaan buku itu ia bergumam, "untuk kesekian kalinya aku menemukanmu dalam keadaan seperti ini, dan---entah mengapa kau selalu terasa jauh lebih berat dari sebelumnya." 

***

Malang, 05 Juni 2017

Lilik Fatimah Azzahra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun