“Sudah kubilang, aku akan selalu ada untukmu, Shin. Aku akan tetap berada di sini. Bersamamu.”
Senja kian tenggelam. Lampu-lampu di ruang perpustakaan mulai dinyalakan. Beberapa pengunjung beranjak pergi. Tapi aku tidak. Aku tetap duduk bergeming menyimak buku tebal di hadapanku.
“Hari ini aku sangat bingung dan sedih,” aku bicara pada buku itu. “Keluarlah Jay, please,” kutatap berlama-lama lembar halaman yang masih terbuka.
Tak ada jawaban.
"Jay...kau bisa mendengarku bukan?" mataku masih belum lepas dari buku tebal itu, menunggu. Tapi tak terdengar apa-apa. Aku mulai kesal sekaligus resah. Tanganku bergerak. Kuraih ujung buku dengan kasar dan menjungkirbalikannya. Memukulkannya berulang pada permukaan meja hingga menimbulkan bunyi berisik.
Berharap dengan cara itu Jay mau mengatakan sesuatu, atau setidaknya merespon kata-kataku.
“Sebentar lagi perpustakaan akan tutup, Mbak,” seorang petugas berseragam mendekat dan memperingatkanku. Aku mengangguk, menghentikan gerakan tanganku.
“Jay, kau lihat, bukan? Bahkan tempat ini pun tak lagi memberi keleluasaan bagiku. Keluarlah Jay. Jangan hanya menjadi tokoh dalam kisah kita," aku berbisik.
“Shin, jika aku keluar dari dalam buku ini...maka kau akan kehilangan aku. Selamanya.” Akhirnya kudengar juga jawaban dari Jay. "Kita pernah membicarakan hal ini sebelumnya, bukan?"
"Tapi Jay...hari ini aku benar-benar membutuhkanmu. Kau lihat betapa kacaunya aku!" Kuangkat perlahan buku tebal yang hurufnya bergerak meliuk ke sana kemari. Lalu kudekatkan sampulnya pada wajahku. "Seperti yang sudah-sudah, Jay, aku gagal! Aku kehilangan!”
“Ada yang pergi lagi, Shin?”