Aroma wangi yang merebak lembut dari parfum yang dikenakannya, membuatku yakin, ia adalah seorang perempun. Meski bibirnya tidak mengeluarkan suara barang satu kata pun, sama sekali tidak mempengaruhi dugaanku, bahwa ia memang seorang perempuan.
Ia selalu datang di setiap akhir Minggu. Saat aku tengah duduk termenung di tepi ranjangku. Aku bisa mendengar langkah kakinya berhenti tepat di sampingku, juga gerakan tangannya saat meletakkan sesuatu di atas meja. Setelah itu ia akan berdiri berlama-lama, mungkin menatapku atau apa, sebelum akhinya ia pergi meninggalkan kamarku.
Selalu begitu. Selalu seperti itu. Dan hal itu terjadi selama hampir tiga bulan terakhir ini.
“Roy, kau ingin Ibu mengupaskan jeruk ini untukmu?” suara Ibu pengasuh mengagetkanku.
“Tidak, Bu. Terima kasih.”
“Ada apa, Roy? Kamu tampak memikirkan sesuatu.”
“Mm, iya, Bu. Apakah dia---sudah pergi?” aku menggeser dudukku. Memasang telinga baik-baik.
“Dia siapa?”
“Gadis yang selalu datang mengunjungiku di setiap akhir pekan.”
“Bagaimana kamu tahu dia seorang gadis? Bisa saja dia itu Ibu-ibu seperti aku, Roy.” Ibu pengasuh menertawakanku.
“Mata hati tidak pernah berbohong, kan, Bu?” aku tersenyum. Ibu pengasuh terdiam. Tangannya yang lembut menyentuh pundakku. Sesaat kemudian ia pamit meninggalkan ruangan.