Aku berlari. Terengah-engah. Peluh mulai membasahi sekujur tubuhku. Tapi aku tak peduli. Aku harus mendapatkannya. Sang Merah Putih itu!
Kulewati bantaran sungai. Kumuh. Mataku menengok kanan kiri. Barangkali akan kutemukan ia di sana. Sang Saka Dwi Warna yang kucari-cari itu.
Tak ada. Hanya kibaran celana kolor dan bra warna-warni melambai-lambai ke arahku.
Kemana ia? Oh, mungkin Sang Merah Putih bersembunyi di puncak gunung.
Mulailah aku mendaki.Â
Di punggung gunung aku berpapasan dengan beberapa pendaki. Mereka membawa gulungan bendera-bendera.Â
"Apakah kalian membawanya serta?" tanyaku.
"Siapa?" salah seorang balik bertanya.
"Sang Merah Putih itu. Ini perayaan satu abad Kemerdekaan RI. Pasti kalian tidak melupakannya, bukan?"
Pendaki-pendaki itu tak menyahut. Hanya menatapku sekilas. Lalu berlalu meninggalkanku.
Sampailah kakiku di puncak gunung tertinggi. Mataku sibuk mencari-cari. Kulihat lagi mereka. Para pendaki yang tadi berpapasan denganku. Mereka bersorak-sorai menancapkan bendera-bendera di tangan dengan bangga.Â