Hh, pria itu lagi. Pria yang mengaku sebagai suamiku.Â
Ia merebut Ibanez dari tanganku.
Beberapa orang memegangiku. Aku meronta. Tapi tangan mereka lebih perkasa.
"Berapa kali kubilang, Ahmed. Pasung saja istrimu. Ia berbahaya!" seorang perempuan tua menatapku nanar. Oh, aku ingat siapa dia. Dia perempuan yang menggantikan ibuku. Menikahi Papa. Namanya Tante Mela.Â
Lalu bayangan samar itu muncul kembali. Saat Tante Mela dengan kasar menjedukkan kepalaku berkali-kali ke tembok kamar. Kemudian dengan geram ia membanting gitar Ibanezku hingga patah berkeping-keping.
"Kau ini perempuan! Tak pantas berjingrak-jingkrak seperti laki-laki!"
Blam! Pintu kamar dikunci dari luar.
Sejak itu aku sering merasakan sakit kepala yang luar biasa.Â
***
Sekarang aku terduduk di sebuah ruangan sempit dan pengap. Kedua kakiku dipasung menggunakan balok kayu cukup besar. Aku tak lagi bebas bergerak.
Sementara di luar, dari balik jendela kawat kulihat Ibanezku yang mulai tumbuh, berjingkrak-jingkrak memainkan gitar kecilnya.