Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ibanez

3 Juli 2016   17:55 Diperbarui: 3 Juli 2016   18:01 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
nikitamokujo.blogspot.com

Aku suka nama itu. Sangat bagus. Mengingatkanku pada alat musik yang dihadiahkan Papa beberapa tahun silam saat aku masih duduk di bangku SMU. 

"Ini merek terkenal. Produk paling mutakhir," masih kuingat ucapan Papa. Dan sebagai ungkapan terima kasih, berkali-kali aku mencium pipi Papa yang cekung.

Kini kembali aku mendengar kata-kata itu. Ibanez. 

"Kau lihat, ia sangat lucu, bukan?" seorang pria menjawil lenganku. Aku mengangguk. Ya, Ibanez memang sangat lucu. Juga menggemaskan.

"Apakah ia bisa menghasilkan nada?" tanyaku.

"Menyanyi, maksudmu?"

"Bukan, bukan menyanyi. Tapi mengiringi nyanyian."

"Menari?"

"Ah, sudahlah, kau tak paham apa yang kumaksudkan."

Aku mengacuhkan pria yang berdiri di sebelahku. Kembali kutatap Ibanez. Seketika mataku berbinar.

***

Aku jadi suka mengejar-ngejar Ibanez. Setiap ada kesempatan, aku berusaha meraihnya. Tapi beberapa orang kerap menghalangiku. Entah mengapa mereka selalu menyingkirkan Ibanez. Bahkan terkesan menjauhkannya dariku.

"Aku tak akan menyakitinya," ujarku pada orang-orang yang berdiri membentuk barikade di sekitar Ibanez. "Aku hanya ingin menyentuhnya."

Orang-orang itu menatapku sinis. Mulut mereka berkasak-kusuk. Bahkan ada yang meludahiku.

Meski begitu, perlakuan kasar mereka terhadapku tidak menyurutkan niatku untuk memperoleh Ibanez. Aku yakin suatu saat Ibanez pasti bisa kurengkuh.

***   

Akhirnya kesempatan itu ada. Suatu malam kulihat Ibanez tidur sendirian. Kemana orang-orang yang menjaganya? Apakah mereka sudah lelah menunggui Ibanez terus menerus? 

Dengan berjinjit kudekati Ibanez. Ia sama sekali tidak terganggu oleh kehadiranku. Tidurnya masih pulas.

Kusentuh perlahan kulitnya yang halus dan lembut. Hmm...aku memejamkan mata. Ibanez yang indah.

Tiba-tiba hasrat itu muncul. Tanpa bisa kukendalikan lagi. Kuraih Ibanez. Kutempelkan ia pada dada sebelah kiriku. Lalu dengan penuh semangat aku mulai memainkannya.

Ibanez mulai mengeluarkan suara. Nyaring. Membangunkankan seisi rumah. Aku semakin bersemangat. Kakiku berjingkrak-jingkrak. 

"Hentikan Gisel! Apa yang kau lakukan? Kau menyakiti bayimu sendiri1" sebuah teriakan membuatku menoleh. 

Hh, pria itu lagi. Pria yang mengaku sebagai suamiku. 

Ia merebut Ibanez dari tanganku.

Beberapa orang memegangiku. Aku meronta. Tapi tangan mereka lebih perkasa.

"Berapa kali kubilang, Ahmed. Pasung saja istrimu. Ia berbahaya!" seorang perempuan tua menatapku nanar. Oh, aku ingat siapa dia. Dia perempuan yang menggantikan ibuku. Menikahi Papa. Namanya Tante Mela. 

Lalu bayangan samar itu muncul kembali. Saat Tante Mela dengan kasar menjedukkan kepalaku berkali-kali ke tembok kamar. Kemudian dengan geram ia membanting gitar Ibanezku hingga patah berkeping-keping.

"Kau ini perempuan! Tak pantas berjingrak-jingkrak seperti laki-laki!"

Blam! Pintu kamar dikunci dari luar.

Sejak itu aku sering merasakan sakit kepala yang luar biasa. 

***

Sekarang aku terduduk di sebuah ruangan sempit dan pengap. Kedua kakiku dipasung menggunakan balok kayu cukup besar. Aku tak lagi bebas bergerak.

Sementara di luar, dari balik jendela kawat kulihat Ibanezku yang mulai tumbuh, berjingkrak-jingkrak memainkan gitar kecilnya.

***

Malang, 03 Juli 2016 

 

  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun