***
Jim berdiri di ambang pintu dengan dua kuntum bunga mawar di tangannya.
"Halo cantik. Eh, mana kembaranmu?" ia bertanya saat melihat hanya satu di antara kami yang muncul menemuinya.
"Ia sedang tak enak badan."
"Benarkah? Bolehkah aku menjenguknya?" Jim memaksa. Ia menerobos masuk ke dalam kamar yang pintunya terbuka sedikit.
Aku terlambat mencegahnya.
Dan cowok itu berdiri terpaku di ambang pintu dengan wajah menegang. Menatap sosok  mungil yang mengenakan kemeja kuning serta jins pendek, terbujur kaku di atas lantai. Bersimbah darah.
Siapa yang mati? Aku atau Jeny?
Aku menatap Mom dengan gemetar.
Ah, pasti dengan mudah Mom bisa menebaknya. Mom juga pasti tahu, siapa di antara kami yang sudah menjadi seorang pembunuh.
Mom meraih kepalaku. Membenamkannya dalam pelukannya.