[caption caption="sumber:www.duniaku.net"][/caption]Siang itu wajah Kamil tampak kuyu. Kaos berwarna abu-abu tua yang dikenakannya basah kuyup oleh keringat sehingga menimbulkan aroma apek yang menusuk hidung.Â
"Belum mandi, Mil?" tegur Suhu Heri. Kamil gelagapan.
"Maaf Guru, saya banyak pikiran. Hingga lupa bagaimana caranya mandi...."Â
"Hah, lupa bagaimana caranya mandi?" guru silat bertubuh kerempeng itu mengernyitkan dahi.Â
"Eh, anu, maksud saya...."
"Mandi sana!" perintah Suhu Heri sembari memasang wajah sangar. Kamil agak menciut hatinya. Buru-buru ia menuju sungai yang terletak tidak jauh dari padepokan.
Kamil mengeluh. Padepokan silat yang dipimpin Suhu Heri suasananya sangat sepi. Itu yang membuatnya boring. Kalau saja bukan karena ingin sakti, ia malas berada di tempat yang menurutnya lebih mirip kuburan itu.
"Mas Kamil! Cepetan mandinya!" suara cempreng Fikri mengagetkannya. Hh, tidak ayah tidak anak, sama-sama cerewet! Kamil menggerutu dalam hati.
Baru saja Kamil mengenakan celana kolor, Fikri sudah muncul di hadapannya.
"Habis ini kita latihan Jurus Menepis Bayangan!" Fikri berkacak pinggang. Ingin rasanya Kamil menjitak kepala gadis itu. Tapi mana berani? Fikri ilmunya sudah tinggi hampir menyamai ayahnya. Itulah sebabnya ia dipercaya sebagai asisten untuk melatih dirinya.
"Kok jurusnya itu melulu?" Kamil memprotes.