[caption caption="sumber:ace.antaranews.com"][/caption]Kisah sebelumnya http://fiksiana.kompasiana.com/elfat67/100harimenulisnovelfc-18-sang-pelarian_5705b5b22623bd290fa0a599
Hari kelima
Aku terbangun pagi-pagi sekali meski semalam mengobrol dengan Pak tua hingga larut malam. Hal pertama yang kulakukan adalah mengunjungi si Coklat di kandangnya.Â
Hewan itu meringkik pelan ketika melihat aku membuka palang pintu kandang.Â
"Coklat, bagaimana tidurmu semalam?" aku mengelus lembut kepalanya. Sebagai jawaban ia mengibaskan ekornya berulang-ulang.
Dari kejauhan Pak tua datang membawa seonggok rumput. Aku bergegas membantunya.
"Temani si Coklat sarapan, ya, Nak. Sementara aku membersihkan kandang." Pak tua meraih sapu lidi dan keranjang anyaman yang berada di sudut kandang. Aku mengangguk.
Sembari menyaksikan si Coklat melahap rumput di hadapannya, aku kembali memeriksa paha sebelah kanan hewan itu. Huruf Sansekerta itu masih ada. Masih belum terpecahkan!
"Selamat pagi!" suara Bunda Fatima mengagetkan kami. Kulihat perempuan itu sudah melongokkan wajahnya di ambang pintu kandang. Ia melambaikan tangan ke arahku.
"Ini sarapan kalian," ia menyodorkan bungkusan berukuran besar. Aku berjalan menghampirinya.
"Bagaimana, Rama? Kamu suka tinggal di sini?" ia tersenyum. Aku mengangguk.