Aku menatap Pak tua dengan perasaan bersalah.
"Maafkan saya..." ujarku tertunduk. Lelaki tua itu menepuk pundakku.
"Nak, jangan sedih. Mungkin si Coklat sudah ditemukan oleh pemiliknya."
"Tapi..." tetap saja rasa bersalah mengganjal perasaanku.
"Kita pulang saja, ya, Nak. Siapa tahu si Coklat pulang sendiri ke kandangnya."
Ah, ya. Siapa tahu.
Lega sekali aku mendengar itu.
Â
***
Setengah berlari aku mendahului Pak tua kembali menuju rumah. Pikiranku hanya tertuju pada kuda yang menghilang itu. Sungguh, aku tak akan memaafkan diriku sendiri jika kuda coklat itu benar-benar hilang.
Dan sesampai di depan kandang aku termangu. Pintu kandang dalam keadaan terbuka.