Lalu bibir keringnya mendesis.
"Kenapa rindu yang tak pernah sampai bisa berubah menjadi nestapa?"
Ah, begitulah, sejuknya semilir angin di malam hari tak terasa, tanpa menyentuh dengan memejamkan mata. Bagai helai ujung hijabmu yang menjamah pipi lembut dan halus tak ada duka, tak pula nestapa.Â
Hingga pagi tiba, penyair itu masih berkutat dengan perasaan rindunya.
Â
***
Malang, 17 April 2016
*Kolaborasi ke 2 Lilik Fatimah Azzahra dan Furqan Al-Ghifari ( Keken Dfsfs )
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!