Rombongan kuda berputar-putar menyusuri tepi sungai. Beberapa penunggangnya sigap melompat turun. Beberapa yang lain menyibak semak belukar dan memeriksa bebatuan.
Sementara seorang lelaki yang menunggang kuda putih mengawasi dari jauh. Wajah lelaki itu tampak murung. Sesekali ia menghentakkan tali kekang kudanya.
"Ayo, Gagak Putih! Bantu temukan ndoromu!" lelaki itu bicara pada kuda putih yang ditungganginya.
Kuda putih itu meringkik panjang. Ringkikannya terdengar sedih.
"Kenapa Gagak? Kamu menyerah?" lelaki itu menepuk punggung hewan kesayangannya perlahan.
"Tuan, di sini kita tidak mendapatkan hasil. Apa sebaiknya kita menyisir tempat lain?" salah seorang pengawal melapor.
"Laksanakan! Ayo menyebar! Galuh harus bisa ditemukan!"Â
Serempak derap kuda pun menjauh.
Suasana hutan kembali hening.
Sementara tidak jauh dari tempat kuda-kuda tadi berdiri, di balik semak belukar yang terlindung oleh akar pohon besar, dua sosok remaja meringkuk tak bergerak.
"Mereka sudah pergi. Ayo keluar," bisik Panji Asmara. Galuh menggeleng.