Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Lukisan Berdarah #2

11 Januari 2016   17:35 Diperbarui: 22 Agustus 2021   04:53 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Tawa Bayu dan Glen berderai.

"Benar-benar imajinasi yang keren!" Glen mengacungkan jempol.

Mendengar suara riuh dari ruang tamu, Riri bergegas keluar kamar.

"Apa yang kalian tetawakan?" Riri mengangkat alis. Bayu dan Glen saling berpandangan.

"Kalian membicarakan aku?" Riri menatap curiga.

"Tidak. Hanya imajinasi liarku tak terbendung saat melihatmu memasuki kamar itu," Bayu menyungging senyum.

"Jangan bilang kau membayangkan aku tewas terbunuh di dalam kamar, dalam keadaan terkunci dan usus memburai," Riri melototkan mata. Bayu terperangah.

"Kau menguping pembicaraan kami?" penulis horor itu menatap Riri tak berkedip.

"Tentu saja tidak. Aku menggunakan instingku untuk menebak apa yang ada dalam kepala seorang penulis horor," Riri menghempaskan diri di atas sofa. Gadis itu melirik arloji di pergelangan tangan kirinya.

"Masih sepuluh menit lagi," Glen seolah tahu apa yang tengah dipikirkan Riri.

"Yup, sepuluh menit lagi. Bagaimana pendapat kalian tentang Mr.Bob?" Riri membetulkan letak duduknya.

"Sudah kukatakan, ia seorang laki-laki flamboyan," Glen memelintir kuncir rambutnya.

"Atau seorang laki-laki berwajah dingin. Seperti monster salju," Bayu menyeringai.

"Menurutku, dia seorang laki-laki yang misterius. Yang tidak akan sudi menemui kita," Riri tersenyum. Glen dan Bayu mengangkat bahu.

"Nah, Si Bibik datang lagi. Ada pesan apa dari tuanmu Bik?" Riri menghampiri perempuan paruh baya itu.

"Tuan menunggu kalian di lantai atas," perempuan tua itu menyahut.

"Hohoho, penulis detektif, kali ini analisismu keliru. Mr. Bob ternyata bersedia menemui kita," Glen tertawa seraya berdiri.

"Kita lihat saja nanti," Riri ikut berdiri dan berjalan mendahului menuju anak tangga.

 

***

Ruangan di lantai atas berukuran cukup luas. Terdapat sebuah meja berbentuk oval terletak persis di tengah ruangan. Beberapa kursi ditata rapi sebagai pelengkapnya.

Ketiga penulis mengambil tempat duduk saling berhadapan.

Waktu menunjukkan pukul sembilan kurang dua menit. Ketika mendadak lampu ruangan dipadamkan. Sekeliling menjadi gelap. Bersamaan itu sebuah proyektor terlihat mulai menyala.

Pada layar muncul wajah seseorang yang sengaja diblur. Tidak jelas apakah ia seorang laki-laki atau perempuan. Karena ketika berbicara pun suaranya disamarkan.

"Selamat datang tamu-tamuku. Semoga penyambutan ini tidak membuat kalian kesal. Memang beginilah caraku. Oh, ya, terima kasih kalian telah meluangkan waktu untuk menghadiri undanganku. Dari sepuluh undangan yang kusebar, hanya kalian bertiga yang punya nyali datang ke rumahku ini.

Kita langsung ke pokok masalah. Aku mengundang kalian para penulis berbeda genre untuk menjadi ghost writer. Tuliskan kisah hidupku sesuai dengan penafsiran kalian masing-masing. Oh, ya, satu lagi. Kalian tidak bisa mengundurkan diri. Kecuali jika kalian ingin celaka."

Lalu byar, lampu kembali menyala. Layar proyektor pun menghilang.

"Hh, ini sangat memuakkan!" Bayu mengepalkan tinjunya di atas meja.

"Wow, sebaliknya, menurutku ini sebuah permainan yang sangat menarik!" mata Riri berbinar.

"Ah, bagiku, Mr. Bob tetap seorang tuan rumah yang flamboyan...." Glen mendesah panjang.

 

***

Ketiga penulis memutuskan untuk turun kembali ke lantai bawah. Waktu hampir mendekati pukul sepuluh. Mereka menuju ruang tamu yang lampunya masih dibiarkan menyala.

"Mana perempuan tua itu? Aku ingin menginterogasi dia. Pasti dia tahu banyak mengenai Mr. Bob yang konyol itu," mata Bayu mencari-cari.

"Kurasa dia seperti kita. Tidak tahu apa-apa," Riri menimpali.

"Bagaimana dengan laki-laki tua yang mengaku sebagai penjaga rumah ini? Jangan-jangan dialah dalangnya," Bayu melempar pandangannya ke luar jendela.

"Perlu pembuktian dulu. Kita tidak bisa asal tuduh," lagi-lagi Riri menyanggah.

"Apakah kalian menerima tantangan Tuan Flamboyan itu?" Glen membetulkan ikatan rambutnya.

"Tantangan menulis, maksudmu?" Riri menegaskan. Glen mengangguk.

"Aku tidak akan menuruti permintaan orang tidak waras," Bayu mendengus.

"Kamu tidak bisa menolak, Sobat. Ingat kata-kata terakhir Tuan misterius itu. Kalian tidak bisa mengundurkan diri. Kecuali jika kalian ingin celaka," Riri mengingatkan.

"Hh, mengapa kita mesti menanggapi ancaman konyol seseorang yang tidak kita kenal? Coba kalau dia berani bertemu muka denganku. Akan kutonjok dia!" Bayu meraih tas pinggangnya yang tergeletak di atas meja.

"Hei, mau kemana, Bung?" Glen menatap Bayu sedikit was-was.

"Hengkang dari tempat ini!" Bayu berjalan menuju pintu. Ia memutar handel dengan kasar. Tapi mendadak ia menarik tangannya kembali dan terpekik.

"Sialan! Handel pintu ini dialiri listrik. Kita terjebak!"

 

Bersambung....

 

****

Malang, 11 Januari 2016

Lilik Fatimah Azzahra

*Sumber gambar : hot.detik.com

 

****

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun