"Kenapa Mak? Apa karena kita kere?" Selasih menengadahkan wajahnya. Matanya sayu menerawang jauh. Menembus angan yang melampaui batas pikirannya.
***
Suara gamelan mengalun mendayu. Mengiringi sosok lencir kuning yang tengah menari gemulai di balairung pendopo. Baginda Arya Ben duduk mendampingi para tetamu di deret kursi paling depan. Pandangannya tak lepas sedetik pun dari sosok Selasih. Sesekali Selasih melempar senyum ke arah junjungannya itu. Hati Baginda berdesir. Tak dapat dipungkiri, Selasih telah menebar benih katresnan di relung hati Baginda.
"Kau lihat, Patih Gasa? Penari itu sibuk menggoda Baginda dengan senyumnya," Emban Sumi mencibir ke arah Patih Gasa yang berdiri tidak jauh darinya.
"Raja juga manusia, Sum. Melihat wanita muda dan cantik itu normal. Sudah, sana! Siapkan makanan. Sebentar lagi acara jamuan makan siang dimulai," Patih Gasa menggendikkan kepala. Mengusir emban tua yang super cerewet itu.
***
Patih Gasa menghampiri Selasih yang berjalan terburu menuju ruang ganti.
"Selasih, usai jamuan makan siang, Baginda Raja memintamu untuk bertemu di Taman Sari Kerajaan."
"Baiklah, terima kasih Paman," Selasih mengangguk ke arah patih si pembawa pesan.
Selasih melepas busana tarinya satu persatu. Benaknya dipenuhi berbagai macam pertanyaan. Mengapa Baginda meminta untuk bertemu? Apakah ia telah berbuat kesalahan?
Guuubrakk! Pintu kamar ganti terbuka lebar. Emban Sumi menghampiri Selasih seraya membawa segelas air. Tapi belum sempat wanita tua itu mengatakan sesuatu, Patih Gasa sudah berdiri tegak menghadangnya.