Dari contoh tersebut sudah menjadi netralitas media sosial kemudian berubah menjadi suasana pendukung ketidaksetaraan gender. Bahkan masih ada seseorang yang menganggap komentar tersebut lucu, padahal mereka termasuk dalam pelaku kekerasan berbasis gender online.
Kekerasan berbasis gender online juga dapat menyebabkan munculnya tren atau pola baru, seperti seks transaksional dan perdagangan untuk tujuan eksploitasi atau pelecehan seksual.
Oleh karena itu STOP! KEKERASAN BERBASIS GENDER ONLINE.
Orang atau pelaku yang melakukan kejahatan tidak akan peduli terhadap perasaan korban. Padahal dampak yang dialami oleh korban sangat menyiksa. Dampak tersebut yakni berupa depresi, kecemasan dan menimbulkan ketakutan sehingga korban dapat berpikiran untuk bunuh diri dan keterasingan sosial, korban menarik diri dari kehidupan publik termasuk keluarga dan teman-teman karena foto atau videonya didistribusikan tanpa persetujuan dan membuat nya merasa dipermalukan. Serta Sensor diri yang terjadi karena hilangnya kepercayaan diri terhadap keamanan dalam menggunakan teknologi digital, hingga putusnya akses informasi dan komunikasi sosial.
Kekerasan berbasis gender online dapat terjadi kapan saja dalam kehidupan seseorang, disaat damai atau tidak stabil. Apalagi di masa pandemi Covid-19 ini yang sangat rawan akan kekerasan berbasis gender online. Oleh sebab itu, kita harus berhati-hati dan mengetahui cara menghindari atau melawan kekerasan berbasis gender online.
Berikut cara menghindari ataupun melawannya :
* Tanamkan Karakter Percaya Diri
Dengan adanya karakter percaya diri membuat kita berani akan melawan kejahatan seperti kekerasan berbasis gender online. Karena dengan percaya diri kita mampu menghadapi masalah apapun.
* Bermedia Sosial dengan Baik