Mohon tunggu...
Elda Arla
Elda Arla Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - 2006

-

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jangan Sembunyi dari Kekerasan Berbasis Gender Online | Apa Itu KBGO?

9 Oktober 2021   09:19 Diperbarui: 9 Oktober 2021   14:33 767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.freepik.com/free-vector/cyber-bullying-concept_9005921.htm#page=1&query=Online%20violence&position=3

Pada realitasnya, masih banyak pelanggaran dalam kehidupan manusia yang terjadi, salah satu pelanggaran tersebut adalah kekerasan berbasis gender.

Kekerasan berbasis gender atau disebut dengan KBG adalah kekerasan secara fisik, seksual, maupun diskriminasi terutama kepada kaum wanita maupun anak-anak sekolah.

Selain itu, terdapat juga kekerasan berbasis gender online, apa sih kekerasan berbasis gender online atau KBGO?

Kekerasan berbasis gender online adalah bagian dari kontinum atau rangkaian kekerasan berbasis gender. Kekerasan berbasis gender online dapat diartikan sebagai kekerasan yang ditransmisi oleh teknologi dengan tujuan melecehkan korban berdasarkan gender atau seksual.

Kekerasan berbasis gender online tidak selalu mengacu pada kekerasan terhadap perempuan, hal ini karena KBG maupun KBGO mengacu pada kekerasan yang dilakukan oleh orang yang lemah berdasrakan feminitas dan makskulinitas yang diberikan secara sosial. Namun, Orang-orang atau pihak utama yang menjadi sasaran kekerasan berbasis gender online adalah remaja putri usia 14-21 tahun. Beberapa tahun terakhir telah terlihat peningkatan kekhawatiran akan tingkat pelecehan yang tidak proporsional yang dialami oleh perempuan di platform media sosial. Sebagai pengguna media sosial sangat rentan mengalami kekerasan seksual online mulai dari hubungan pribadi, kekasih, pertemanan, hingga saudara atau kerabat.

Ada beberapa bentuk-bentuk kekerasan berbasis gender online yang sering terjadi diantaranya adalah :

- Cyber Recruitment

Memanipulasi korban sehingga korban tergiring kedalam situasi yang merugikan.

- Sexting

Pengiriman foto, video yang tidak senonoh atau mengirim pesan teks bertujuan seksual tanpa persetujuan.

- Non-Consensual Dissemination Of Intimate Images

Membagikan foto, video dan ujaran seksual tanpa persetujuan.

- Malicious Distribution Content

Ancaman distribusi foto dan video untuk tujuan pemerasan.

- Morphing

Mengambil foto/video wajah korban dan memanipulasi nya dengan tujuan merusak reputasi orang yang berada dalam konten tersebut.

- Cyber Harassment

Pelaku membanjiri akun korban dengan komentar yang bertujuan untuk mengganggu, mengancam, atau menakut-nakuti korban.

- Cyber Hacking

Peretasan dengan tujuan mendapatkan informasi, mengubah suatu informasi, dan merusak reputasi korban.

- Impersonation

Membuat akun-akun palsu untuk mempermalukan atau melakukan penipuan atas nama korban.

Dampak Kekerasan Berbasis Gender Online :

* Kekerasan dan Pelecehan Berbasis Gender Online Dapat Berdampak Offline

Kita tidak bisa memisahkan kekerasan berbasis gender online dan offline. Ancaman dan pelecehan online tidak hanya berfungsi untuk membungkam korban, tetapi juga dapat berdampak pada keselamatan korban secara langsung atau offline. Hal ini terjadi karena kekerasan berbasis gender online merupakan manifestasi dari kekerasan offline tersebut.

* Kecemasam dan Ketakutan

Kecemasan dan ketakutan yang dialami oleh korban diperparah oleh kemungkinan yang sangat nyata dari bahaya fisik serta kerusakan mata pencaharian yang disebabkan oleh morphing eksplisit secara seksual dan kebohongan lainnya.

* Self-Censorship

Korban menyensor diri secara online maupun offline. Hal ini dilakukan karena takut atau bisa juga preferensi (sebenarnya atau yang dirasakan) orang lain dan tanpa tekanan terbuka dari pihak tertentu.

* Hilangnya Status Sosial

Kekerasan online berdampak pada reputasi seseorang (korban), misalnya dalam kasus yang melibatkan pornografi non-seksual.

Kekerasan berbasis gender yang terjadi secara online sama halnya dengan kekerasan berbasis gender offline. Contohnya ujaran kebencian, pencurian, dan kekerasan seksual berbasis gambar. Dari contoh tersebut, kekerasan berbasis gender online yang sering ditemukan adalah ujaran kebencian atau berkomentar buruk mengenai bagian tubuh terhadap foto/video yang diunggah.

Dari contoh tersebut sudah menjadi netralitas media sosial kemudian berubah menjadi suasana pendukung ketidaksetaraan gender. Bahkan masih ada seseorang yang menganggap komentar tersebut lucu, padahal mereka termasuk dalam pelaku kekerasan berbasis gender online.

Kekerasan berbasis gender online juga dapat menyebabkan munculnya tren atau pola baru, seperti seks transaksional dan perdagangan untuk tujuan eksploitasi atau pelecehan seksual.

Oleh karena itu STOP! KEKERASAN BERBASIS GENDER ONLINE.

https://www.freepik.com/free-vector/stop-gender-violence-concept_8803080.htm#page=1&query=violence&position=10
https://www.freepik.com/free-vector/stop-gender-violence-concept_8803080.htm#page=1&query=violence&position=10

Orang atau pelaku yang melakukan kejahatan tidak akan peduli terhadap perasaan korban. Padahal dampak yang dialami oleh korban sangat menyiksa. Dampak tersebut yakni berupa depresi, kecemasan dan menimbulkan ketakutan sehingga korban dapat berpikiran untuk bunuh diri dan keterasingan sosial, korban menarik diri dari kehidupan publik termasuk keluarga dan teman-teman karena foto atau videonya didistribusikan tanpa persetujuan dan membuat nya merasa dipermalukan. Serta Sensor diri yang terjadi karena hilangnya kepercayaan diri terhadap keamanan dalam menggunakan teknologi digital, hingga putusnya akses informasi dan komunikasi sosial.

Kekerasan berbasis gender online dapat terjadi kapan saja dalam kehidupan seseorang, disaat damai atau tidak stabil. Apalagi di masa pandemi Covid-19 ini yang sangat rawan akan kekerasan berbasis gender online. Oleh sebab itu, kita harus berhati-hati dan mengetahui cara menghindari atau melawan kekerasan berbasis gender online.

Berikut cara menghindari ataupun melawannya :

* Tanamkan Karakter Percaya Diri

Dengan adanya karakter percaya diri membuat kita berani akan melawan kejahatan seperti kekerasan berbasis gender online. Karena dengan percaya diri kita mampu menghadapi masalah apapun.

* Bermedia Sosial dengan Baik

Media sosial menjadi lintasan perubahan kekerasan seksual yang awalnya fisik menjadi kekerasan seksual online.

Pastikan konten media sosialmu mengandung konten yang positif. Jika ingin mengunggah foto/video kamu di media sosial, ada baiknya menggunakan pakaian yang sopan dan tertutup karena itu akan memancing diri kita untuk menjadi korban kekerasan berbasis gender online.

* Berhati-hati Dalam Bermedia Sosial

Penggunaan media sosial saat ini tidak hanya sebatas tren saja, namun masih banyak dari pengguna media sosial yang masih menggunakannya untuk hal yang negatif seperti penipuan, pelecehan seksual, bullying, penyebaran berita/informasi hoax, dan lain sebagainya. Batasi komunikasi dengan orang yang kamu kenal melalui media sosial, toh kita tidak tahu secara pasti perilaku orang di media sosial. Oleh sebab itu kita harus berhati-hati dalam berkenalan di media sosial, jika ingin berkenalan pastikan kamu menelusuri identitas aslinya. Selain itu juga, kita tidak boleh memberikan nomor telepon dan data pribadi lainnya, ada baiknya kita mem private akun media sosial kita atau memilih mengkonfirmasi pertemanan dan pengikut dengan orang yang dikenal.

* Bekali Diri Dengan Hal Positif

Menonton atau membaca konten-konten yang mengedukasi terkait kejahatan dan lainnya.

* Laporkan Kasus KBGO

Korban memiliki hak untuk melaporkan pelaku atau menghubungi bantuan hukum yang dapat dipercaya dan pendampingan psikologis serta bantuan terkait keamanan digital. Dalam melaporkannya, korban harus mempersiapkan bukti nyata agar dapat membantu proses pelaporan dan pengawasan pada pihak berwenang.

Kekerasan bukanlah masalah pribadi. Kekerasan harus diungkap agar dapat ditentang. Atasi kekerasan berbasis gender online dan offline, jangan sembunyi darinya. Kita semua harus memperkuat nilai-nilai yang mendukung hubungan tanpa kekerasan. Mengatasi kekerasan online akan membutuhkan upaya kolektif dari individu, perusahaan, dan pemerintah. Saatnya kita perlu memperhatikan kekerasan berbasis gender online, mengantisipasi perubahan dan persepsi sosial tentang kekerasan seksual.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun