Apabila menjadikan eropa sebagai benchmark industri sepak bola, dapat dikatakan terdapat dua "ideologi" terkait stadion. Pertama adalah Inggris yang stadionnya dimiliki oleh klub sepakbola, dan Italia di mana stadionnya dimiliki oleh pemerintah daerah.Â
Dalam perkembangannya, Inggris terbukti lebih sukses, kepemilikan stadion oleh klub memberikan insentif untuk memberikan stadion yang lebih nyaman, dan lebih cepat untuk beradaptasi dengan regulasi. Sebagai manfaatnya, Liga Inggris memiliki utilisasi stadion yang lebih tinggi, nilai komersial yang lebih tinggi, dan stadion yang lebih terawat.Â
Sementara di Italia, Atalanta terpaksa kejar tayang untuk merenovasi stadionnya sebelum gelaran liga champions. Bahkan AC Milan dan Inter Milan mulai tidak betah di San Siro, dan ingin mengikuti langkah Juventus untuk membangun stadion baru. Stadion di Italia terlihat kurang terawat, mulai banyak yang rusak, klub Italia sulit memaksimalkan pendapatan dari stadion seperti "naming rights". Bahkan tidak dapat untuk melakukan kustomisasi dengan logo klub, sehingga gagal memberikan experience stadion baik yang pada akhirnya mempengaruhi pendapatan klub.
Pola Pengelolaan Konvensional di Indonesia
Apabila dilihat dari kepemilikan dan kondisi stadion, sepertinya Indonesia menuju ke yang kedua alih-alih yang pertama.Â
Pola pemanfaatan sewa jangka pendek yang dilakukan selama ini, juga memberikan klub keterbatasan untuk melakukan kustomisasi stadion. Misalnya untuk menempatkan logo klub, mengecat stadion sesuai warna kebesaran klub sepak bola, sampai menyediakan fasilitas seperti toko dan museum klub.
Berdasarkan pengalaman penulis, Stadion Patriot dan Lebak Bulus tidak pernah terasa seperti "Stadion Persija" dalam keadaan kosong, begitu juga dengan Stadion Pakansari yang tidak terasa Persikabo. Tidak ada atribut klub pada saat memasuki stadion, yang membuat stadion tidak terasa seperti rumah.
Dari aspek kualitas infrastruktur, benar bahwa, pemerintah sedang gencar-gencarnya merenovasi stadion pasca tragedi Kanjuruhan. Namun tanpa terobosan pola pengelolaan dalam jangka panjang termasuk untuk rumput dan fasilitas pendukung maka kualitas liga berpotensi kembali turun. Pengelolaan langsung oleh pemerintah atau pemerintah daerah, stadion juga tidak adaptif terhadap regulasi dan kebutuhan.
Maintenance dan renovasi stadion selama ini terbukti instansi sulit dilakukan langsung oleh instansi pemerintahan, karena pola pengelolaan negara/daerah yang cenderung tidak agile. Penganggaran untuk renovasi stadion juga perlu diperdebatkan secara publik, dan "bertarung" dengan kebutuhan-kebutuhan anggaran pemerintah yang lain. Sementara, untuk maintenance tata cara pengadaan cenderung mendorong pemerintah untuk melakukan secara paketan, dan dengan tata cara yang cenderung mengedepankan fairness daripada kecepatan yang tidak ideal apabila terdapat kebutuhan-kebutuhan maintenance mendadak.
Pola Pengelolaan Kemitraan, Dapat Menjadi Jalan Tengah
Pola pengelolaan dan pemanfaatan alternatif barang milik daerah yang diatur dalam PermenDagri 19/2026 dapat menjadi alternatif jalan tengah. Melalui pola pengelolaan dan pemanfaatan tersebut, maka barang milik daerah, termasuk berbagai stadion di Indonesia dapat dikelola atau bahkan direnovasi oleh pihak lain, dan dapat dimanfaatkan berdasarkan perjanjian kemitraan.Â
Tulisan ini akan membahas bagaimana skema Kerja Sama Pengelolaan dan Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur antara pemerintah dan klub sepak bola dapat menjaga, bahkan mengebangkan infrastruktur olahraga Indonesia.
Kerja Sama Pengelolaan Persib Bandung dan Bali United: Benchmark Pengelolaan Stadion
Dapatkan stadion tetap dimiliki oleh pemerintah daerah, tetapi dikelola langsung oleh klub sepak bola? Jawabannya adalah iya, tercatat sudah terdapat dua klub sepakbola yang mengelola langsung stadion yang mereka gunakan. Bali United mengelola stadion I Wayan Dipta, dan Persib Bandung untuk Stadion Gelora Bandung Lautan Api.Â
Pola pengelolaan tersebut akan memberikan pengelolaan kepada pihak yang memiliki insentif terbesar untuk menjaga kualitas stadion.Â
Hasilnya cukup instan, pada pertandingan pertama Liga 1 2023 Bobotoh sudah mengapresiasi perbaikan penyelenggaraan fasilitas dan penyelenggaraan Gelora Bandung Lautan Api. Padahal, pada pertandingan tersebut sedang panas-panasnya konflik harga tiket antara management dan Bobotoh, plus Persib baru memenangkan lelang pada bulan tersebut. Selain itu, rumput GBLA juga terlihat jauh lebih mulus dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Manfaat yang lebih besar dapat dilihat di Stadion I Wayan Dipta yang sudah beberapa musim dikelola oleh Bali United. Sebagai penggemar Persija (yang selalu jadi musafir), penulis sangat iri dengan keharmonisan antara Pemerintah Gianyar dan Bali United. Sebab, tidak hanya kerja sama tersebut menghasilkan rumput stadion yang sangat hijau, infrastruktur pendukung I Wayan Dipta juga sangat "Bali United" sehingga menghasilkan experience yang sangat baik.Â
Kerjasama Pengelolaan memberikan kesempatan Bali United untuk berinvestasi mempercantik I Wayan Dipta. Misalnya tribun dan dinding stadion tersebut dicat dengan warna kebesaran Bali United dan ornamen khas Bali yang cantik. Ternyata, upgrade tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian sponsorship, hal yang mungkin tidak terjadi apabila pengelolaan masih dilakukan langsung oleh Pemda Gianyar.Â
Bali United juga berinvestasi untuk melengkapi berbagai infrastruktur pendukung stadion yang semakin meningkatkan experience penonton. Plus, Bali United juga dapat melengkapi stadionnya dengan cafe, dan toko merchandise yang tidak hanya meningkatkan pengalaman menonton sepak bola, tetapi juga menciptakan pendapatan bagi klub.Â
Bagaimana manfaatnya bagi pemerintah? Tentu penghematan anggaran. Melalui pola pengelolaan tersebut, maka APBD tidak dibebani beban pengelolaan biaya stadion yang mahal. Tentu hal tersebut lebih fair secara pengelolaan keuangan, karena toh tidak semua penduduk di kota merupakan fans klub bola yang bermain di kota tersebut. Tentu tidak fair apabila biaya maintenance stadion yang digunakan klub tersebut dibebankan ke uang rakyat.
Selain itu, stadion yang terawat akan menjadi wajah kota yang baik. Stadion sebuah kota mungkin akan lebih sering masuk TV daripada balaikota, sehingga stadion yang baik akan menciptakan citra kota yang baik. Sebagaimana dibahas di atas, tim cenderung memiliki insentif lebih besar untuk menjaga kecantikan stadion, sehingga pola kerja sama tersebut berpotensi untuk meberikan kesempatan bagi tim untuk menjaga kecantikan stadion.
Stadion yang Cocok Untuk Kerja Sama Pengelolaan?
Menurut hemat penulis, stadion yang paling cocok untuk dikerjasamakan pengelolaannya adalah stadion-stadion baru atau yang baru direnovasi. Sederhananya adalah stadion yang sudah memiliki kualitas dan kapasitas infrastruktur yang memadai untuk klub yang bermain baik untuk standar Liga 1, Asia, dan bahkan internasional. Misalnya Jakarta International Stadium, Stadion Manahan, dan Stadion Gelora Bung Tomo
Apabila dilihat dari prakteknya, implementasi kerja sama tersebut dilakukan di stadion dengan profil seperti itu. GBLA merupakan stadion baru, sementara I Wayan Dipta baru saja mengalami pengembangan oleh pemerintah.Â
Hal tersebut dikarenakan, fokus utama dari kerjasama tersebut adalah pengelolaan alih-alih pengembangan infrastruktur. Sehingga tanggung jawab utama klub yang melakukan kerja sama adalah menjaga kualitas dari infrastruktur. Hal tersebut akan jauh lebih berat bagi para pihak apabila stadion dalam kondisi kurang baik. Apabila stadion dalam keadaan kurang baik sehingga memerlukan investasi infrastruktur, maka pola kerja sama yang akan dibahas selanjutnya bisa menjadi opsi yang lebih tepat.
Potensi Kerja Sama Pemanfaatan Infrastruktur
Selain dalam hal pengelolaan, pemerintah/pemerintah daerah juga dapat memfasilitasi klub sepak bola untuk mengembangkan infrastruktur stadion yang selama ini menjadi "rumahnya". Kerja sama ini relatif lebih rumit karena membutuhkan modal yang besar dari klub, dan tentunya kesepakatan mengenai rencana pengembangan stadion. Sampai saat ini, penulis belum menemukan skema KSPI antara pemerintah dan klub di Indonesia.
 Meskipun demikian, beberapa klub di Indonesia mungkin memiliki keinginan dan kemampuan untuk mengembangkan stadion yang selama ini menjadi homebasenya. Hal tersebut dapat terjadi karena banyak hal misalnya: karena kapasitas yang kurang memadai sehingga menyulitkan pendapatan, papan score atau penerangan yang kurang baik, rumput, press room, atau bahkan karena stadion dalam keadaan rusak.Â
Apabila menunggu APBD untuk melakukan pengadaan tersedia, pengembangan stadion berpotensi terhambat. Hal tersebut dapat menghalangi kesempatan klub untuk menikmati homebasenya di level asia apabila klub tersebut sukses secara domestik, atau lebih celaka lagi apabila gagal bermain di homebasenya ketika bermain secara domestik mengingat standar stadion yang terus ditingkatkan.
Skema KSPI dapat menjadi jawaban atas permasalahan tersebut. Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur mencakup pengembangan infrastruktur berupa penambahan dan/atau peningkatan terhadap kapasitas, kuantitas, dan/atau kualitas infrastruktur. Melalui kerja sama tersebut, klub (yang berbentuk Perseroan Terbatas) sebagai badan usaha dapat mengadakan upgrade terhadap stadion milik pemerintah menggunakan anggaran yang dimilikinya.
Sebagai imbal baliknya, klub akan menguasai (bukan memiliki) dalam rangka pemanfaatan infrastruktur yang ditingkatkan tersebut dalam jangka waktu maksimal 50 tahun. Adapun pemanfaatannya akan dilakukan sesuai dengan kesepakatan antara pemerintah dan klub.
Pemerintah daerah berpotensi mendapatkan pembagian kelebihan keuntungan, Â selain itu pada akhir masa KSPI stadion yang sudah diperbaiki dikembalikan ke pemerintah.
Sementara, klub sepak bola dapat menempati stadion dengan kualitas, kapasitas, dan detail yang sesuai kebutuhannya. Berbeda, dengan pengadaan langsung oleh pemerintah, di mana klub tidak dapat mempengaruhi rencana pembangunan. Pengembangan melalui skema KSPI akan membuka kesempatan besar bagi klub untuk merencanakan pengembangan stadion, sehingga potensi monetasi menjadi terbatas.Â
Lebih lanjut, pengelolaan stadion juga menjadi kewajiban dari klub, meskipun menjadi beban klub. Namun nilai lebihnya, pengelolaan dapat dilakukan secara in house atau ditunjuk klub sepakbola, sehingga tidak bergantung pada pengadaan pemerintah yang kualitasnya belum tentu sesuai kebutuhan klub. Klub sepak bola juga berpotensi melakukan penghematan dalam jangka panjang terkait biaya penyewaan stadion, meskipun harus berinvestasi besar di awal.Â
Menurut hemat penulis, yang paling diuntungkan adalah supporter. Pertama, karena perbaikan fasilitas stadion. Kedua, dengan investasi besar dan kontrak jangka panjang pada sebuah stadion, maka probabilitas sebuah klub dibeli dan dipindah menjadi semakin rendah. Sehingga probabilitas klub bernasib seperti Cilegon United, Martapura FC, dan Persiram Raja Ampat semakin berkurang.
Skema Jalan Tengah
Kembali pada skema kepemilikan stadion yang sudah dibahas di awal, skema kerja sama pemerintah dan klub sepak bola dapat menjadi jalan tengah antara Inggris dan Italia. Pada satu sisi klub tidak perlu lagi berinvestasi super besar untuk membangun stadion dari nol, hal tersebut sudah menjadi kontribusi pemerintah dalam memajukan sepak bola.Â
Pada sisi lain, untuk mencegah pengelolaan stadion yang terhambat birokrasi di tengah pengembangan industri bola yang semakin gencar. Maka skema-skema kerja sama yang diatur baik dalam Permendagri 19 Tahun 2016 (untuk stadion milik pemda) dan Permenkeu 115/2020 (untuk stadion milik nasional) perlu digencarkan.Â
Melalui skema-skema tersebut, klub sepak bola yang menjadi pihak paling berkepentingan untuk menjaga kualitas stadion dapat berkontribusi untuk melakukan pengelolaan. Bahkan skema-skema kerja sama tersebut membuka kesempatan bagi klub untuk berinvestasi jangka panjang juga dibuka. Anggaran yang sebelumnya dihabiskan untuk mengelola stadion sepak bola juga dapat dialihkan ke pos-pos lain yang memerlukan.
Pola pengelolaan klub sebagai perseroan yang lebih agile dan fokus pada pengembangan sepak bola dibandingkan pemerintah, membuat klub perlu difasilitasi untuk mengembangkan stadion yang kebutuhannya terus meningkat. Sehingga, pola-pola kerja sama pemerintah dan klub sebagai badan usaha perlu ditingkatkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H