Pemerintah daerah berpotensi mendapatkan pembagian kelebihan keuntungan, Â selain itu pada akhir masa KSPI stadion yang sudah diperbaiki dikembalikan ke pemerintah.
Sementara, klub sepak bola dapat menempati stadion dengan kualitas, kapasitas, dan detail yang sesuai kebutuhannya. Berbeda, dengan pengadaan langsung oleh pemerintah, di mana klub tidak dapat mempengaruhi rencana pembangunan. Pengembangan melalui skema KSPI akan membuka kesempatan besar bagi klub untuk merencanakan pengembangan stadion, sehingga potensi monetasi menjadi terbatas.Â
Lebih lanjut, pengelolaan stadion juga menjadi kewajiban dari klub, meskipun menjadi beban klub. Namun nilai lebihnya, pengelolaan dapat dilakukan secara in house atau ditunjuk klub sepakbola, sehingga tidak bergantung pada pengadaan pemerintah yang kualitasnya belum tentu sesuai kebutuhan klub. Klub sepak bola juga berpotensi melakukan penghematan dalam jangka panjang terkait biaya penyewaan stadion, meskipun harus berinvestasi besar di awal.Â
Menurut hemat penulis, yang paling diuntungkan adalah supporter. Pertama, karena perbaikan fasilitas stadion. Kedua, dengan investasi besar dan kontrak jangka panjang pada sebuah stadion, maka probabilitas sebuah klub dibeli dan dipindah menjadi semakin rendah. Sehingga probabilitas klub bernasib seperti Cilegon United, Martapura FC, dan Persiram Raja Ampat semakin berkurang.
Skema Jalan Tengah
Kembali pada skema kepemilikan stadion yang sudah dibahas di awal, skema kerja sama pemerintah dan klub sepak bola dapat menjadi jalan tengah antara Inggris dan Italia. Pada satu sisi klub tidak perlu lagi berinvestasi super besar untuk membangun stadion dari nol, hal tersebut sudah menjadi kontribusi pemerintah dalam memajukan sepak bola.Â
Pada sisi lain, untuk mencegah pengelolaan stadion yang terhambat birokrasi di tengah pengembangan industri bola yang semakin gencar. Maka skema-skema kerja sama yang diatur baik dalam Permendagri 19 Tahun 2016 (untuk stadion milik pemda) dan Permenkeu 115/2020 (untuk stadion milik nasional) perlu digencarkan.Â
Melalui skema-skema tersebut, klub sepak bola yang menjadi pihak paling berkepentingan untuk menjaga kualitas stadion dapat berkontribusi untuk melakukan pengelolaan. Bahkan skema-skema kerja sama tersebut membuka kesempatan bagi klub untuk berinvestasi jangka panjang juga dibuka. Anggaran yang sebelumnya dihabiskan untuk mengelola stadion sepak bola juga dapat dialihkan ke pos-pos lain yang memerlukan.
Pola pengelolaan klub sebagai perseroan yang lebih agile dan fokus pada pengembangan sepak bola dibandingkan pemerintah, membuat klub perlu difasilitasi untuk mengembangkan stadion yang kebutuhannya terus meningkat. Sehingga, pola-pola kerja sama pemerintah dan klub sebagai badan usaha perlu ditingkatkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H