Mohon tunggu...
Elang Maulana
Elang Maulana Mohon Tunggu... Petani - Petani
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hanya manusia biasa yang mencoba untuk bermanfaat, bagi diri dan orang lain..

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Ternyata, Jaksa Fredrik Adhar Pernah Cibir KPK dan Tangani Kasus Ahok

16 Juni 2020   00:13 Diperbarui: 16 Juni 2020   00:19 1066
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

DALAM beberapa waktu terakhir, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Fredrik Adhar Syarippudin menjadi buah bibir sekaligus sorotan tajam publik dan warganet.

Sebagaimana diketahui, Fedrik adalah JPU yang menangani kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan. 

Fredrik hanya menuntut satu tahun penjara terhadap kedua pelaku penyiraman dimaksud. Yakni Ronny Bugis dan Rahmat Kadir.

Selain karena tuntutannya yang dianggap terlalu rendah dan sarat dengan kejanggalan serta penuh sandiwara, ada hal lucu lainnya.

Fedrik menyebut bahwa terjadinya penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan itu tanpa disengaja. Inilah yang menjadi landasan atau dasar pemikirannya untuk menuntut dua pelaku tersebut hanya satu tahun penjara.

Jelas kedua kejanggalan tersebut di atas menjadi kesempatan dan pintu masuk publik dan warganet untuk membullynya dan melayangkan protes melalui media sosial. Publik mengecam peranan jaksa Fedrik, bahkan mulai mencari-cari rekam jejaknya di masa lalu.

Usut punya usut, Jaksa Fedrik adalah salah satu jaksa yang cukup kontroversial. Bahkan, dia pernah berkonflik dengan lembaga antirasuah.

Dikutip dari Suara.com, selain berhasil menuntut hukuman satu tahun penjara bagi pelaku penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan, pada masa lalu, Jaksa Fredik memiliki rekam jejak kurang baik.

Salah satunya pada tahun 2016. Saat itu, melalui akun Facebook-nya, Jaksa Fredrik menyebut Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hanyalah pencitraan.

Pernyataan Fedrik tersebut terkait OTT KPK terhadap Bupati Subang Ojang Suhandi. Jaksa Fedrik Adhar kemudian mengajak warganet untuk melawan lembaga antirasuah itu. Ia pun mencibir kinerja KPK.

"Ke mana Century, BLBI, hambalang e ktp, yang ratusan triliun, ngapain OTT kecil-kecil. Kalo jendral bilang lawan, kita suarakan lebih keras perlawanan dan rapatkan barisan," tulis Fedrik dalam status Facebook-nya yang diunggah pada tanggal 14 April 2016.

Selain mencibir kinerja KPK, Fedrik Adhar juga beberapa kali sempat mengunggah kasus penistaan agama yang pada tahun 2016 menimpa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Ia mengunggah ulang status Ustaz Arifin Ilham yang bertagar #belaquran.

Padahal, Fedrik kala itu adalah 1 dari 13 orang jadi jaksa penuntut umum kasus penistaan agama yang menjerat Ahok.

Ikhwal Peristiwa

Sebagaimana diketahui, kedua oknum pelaku penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK, Novel Baswedan hanya dituntut satu tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum.

Peristiwa tragis ini terjadi pada waktu Novel Baswedan dalam perjalanan pulang setelah menunaikan ibadah solat subuh di mesjid komplek tempat kediamannya pada tanggal 11 April 2017.

Pasca kejadian, terang saja aparat keamanan khususnya pihak kepolisian langsung bergerak guna menangkap para pelakunya.

Sayang setelah hampir tiga tahun lamanya proses pencarian pelaku tersebut, pihak kepolisian  seperti menemu jalan buntu.

Bahkan saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) ikut turun tangan dengan langsung memerintahkan Kapolri yang kala itu masih dijabat Jendral Pol Tito Karnavian, tetap saja hasilnya nihil. Padahal sebuah tim khusus telah dibentuk sedemikian rupa sebagai bentuk keseriusan pemerintah mengungkap kasus tersebut.

Barulah saat tongkat kepemimpinan Polri berpindah kepada Jendral Idham Azis, seolah diturunkan dari langit, para pelaku penyiramam air keras terhadap Novel Baswedan tiba-tiba saja berhasil ditangkap.

Timbul harapan, dengan tertangkapnya dua pelaku ini bisa menjadi pintu masuk untuk mengurai dan menemukan dalang dibalik semua kejadian tersebut.

Pasalnya, publik sangat yakin dan percaya bahwa kedua oknum pelaku tersebut hanyalah orang-orang suruhan dari pihak teramat kuat yang terusik ketenangannya oleh sepak terjang Novel Baswedan selama menjalankan tugas dan fungsinya selaku penyidik senior lembaga antirasuah.

Terlebih, muncul temuan bahwa saat terjadinya peristiwa penyiraman, Novel tengah menangani kasus-kasus kelas kakap atau high profile. Diantaranya kasus e-KTP, kasus terkait Akil Muchtar dan kasus Wisma Atlit.

Alih-alih menjadikan pintu masuk untuk terbongkarnya dalang atau aktor intelektual di balik peristiwa tersebut, kejanggalan-kejanggalan lain terjadi.

Salah satunya seperti tengah menjadi perbincangan hangat publik saat ini terkait rendahnya tuntutan JPU terhadap kedua oknum pelaku penyiraman air keras.

Tuntutan hukuman rendah yang hanya satu tahun penjara ini mengacu pada asal 353 ayat (2) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang perbuatan penganiayaan dengan rencana terlebih dahulu yang mengakibatkan luka-luka berat.

Kendati demikian apa yang terjadi pada si kedua oknum pelaku ini masih sebatas tuntutan belum inkrah alias jatuh vonis dengan kekuatan hukum tetap.

Mudah-mudahan dengan banyaknya pihak yang protes dan kesal terhadap putusan ini menjadi bahan pemikiran pihak penegak hukum untuk mengkaji ulang dan menghasilkan putusan yang benar-benar adil bagi semua pihak. Semoga.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun