Bahkan terakhir, meski secara tidak gamlang mengobarkan api pemakzulan terhadap Jokowi, Dosen Pemikiran Politik Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Din Syamsuddin melontarkan isu dimaksud.
Dalam hal ini dia menyebutkan bahwa pemakzulan pemimpin merupakan sesuatu yang dimungkinkan dalam konteks politik Islam.
Dikutip dari Tempo.co, mengutip pandangan pemikir Islam, Al-Mawardi, Din menjelaskan ada tiga syarat untuk memakzulkan kepala negara. Yaitu :
Pertama, kata dia, tidak adanya keadilan. Din berujar ini merupakan berlaku adil merupakan syarat utama seorang pemimpin. Karena itu jika hal ini tidak terpenuhi maka layak untuk diberhentikan.
Kedua, pemimpin bisa diberhentikan jika tidak memiliki ilmu pengetahuan atau tidak mempunyai visi kepemimpinan yang kuat dalam mewujudkan cita-cita nasional. Dalam konteks Indonesia, hal ini sama dengan saat pemimpin itu tidak memahami esensi Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Ketiga, Â pemimpin bisa dimakzulkan adalah ketika dia kehilangan kewibawaannya dan kemampuan memimpin terutama dalam masa kritis.
Dalam pandangan penulis, apa yang dilontarkan Din Syamsudin tentang pemakzulan rasanya kurang elok di saat bangsa dan negara dalam keadaan krisis seperti saat ini.
Karena, boleh jadi isu-isu yang dilontarkan olehnya akan sangat makin memperkeruh suasana dan menguntungkan bagi mereka-mereka yang selama ini menjadi "penumpang gelap" yang sudah tidak kuat ingin berkuasa di negeri ini.
Siapa mereka?
Tentu saja tidak bisa dijelaskan dengan gamlang. Mengingat saat ini yang ingin berkuasa di Indonesia jelas tidak hanya didominasi oleh segelintir pihak, tetapi banyak pihak. Bisa itu datang dari lawan politik atau bahkan datang dari orang dalam pemerintahan sendiri. Artinya secara politik, segala kemungkinan bisa saja terjadi.
Masalahnya, jika memang ada "penumpang gelap" yang ingin memakzulkan Presiden Jokowi baik secara terang-terangan atau sembunyi di balik lingkaran kekuasaan, dalam kondisi negara yang sedang menghadapi krisis, menurut hemat penulis sangat tidak patut.