HARI menjelang senja, Surya tampak sedang termangu sendiri di kursi ruang tamu rumahnya yang tidak begitu besar, namun resik dan rapi. Entah apa yang ada dalam benaknya, hingga dia hampir sejam lebih berdiam diri tanpa ada suara apapun.
"Mas, koq diem saja? Mau dibuatkan kopi?" Tiba-tiba seorang wanita muda cantik membuyarkan lamunan Surya.
"Eh, gak ada apa-apa. Boleh, Mah," Ternyata yang mengagetkan tadi adalah istri Surya, bernama Sari.
Sari pun segera ke dapur untuk membuatkan segelas kopi panas. Tak lama kemudian kembali ke ruang tamu, sambil menyodorkan kopi buatannya. "Mas, ini kopinya." Ucap Sari, lalu duduk di samping suaminya.
"Terimakasih," Balas Surya, tampak tidak bergairah.
"Ada apa? Mamah perhatikan dari tadi, melamun saja."
Surya hanya menghela napas saat isterinya bertanya. Kemudian, mengambil segelas kopi yang sudah ada dimeja dan menyeruputnya.
"Koq, mas diam?"
"Sudah berapa lama kita menikah?" Surya balik bertanya, setelah meletakan kembali segelas kopi yang tadi diseruputnya.
"Tujuh tahun. Memangnya kenapa, mas?"
"Itulah yang jadi pikiran mas, sekarang! Sudah selama ini kita menikah, masih belum juga dikaruniai momongan," Ungkap Surya, raut wajahnya tidak mampu lagi menyembunyikan kesedihan.
Paras Sari yang awalnya berseri-seri mendadak murung. "Iya, mas. Padahal, banyak dokter dan orang pintar kita datangi. Tapi, nyatanya Gusti Allah masih belum mempercayai kita punya anak."
Untuk sejenak, pasangan suami istri ini saling berdiam diri, larut dalam kesedihan. Entah apa yang ada dalam benak masing-masing.
"Oh ya, mah. Bagaimana kalau kita pulang liburan ke kampung?" Surya coba membuka kembali percakapan.
"Kenapa harus ke kampung, mas?"
"Maksud mas, bagaimana kalau kita adopsi anak dari saudara kita di kampung? Itupun, kalau mamah setuju."
Sari agak meragu. Namun, akhirnya mengiyakan ide suaminya.
"Nah, gitu dong. Sekalian, mas juga ingin bertemu Firman, sahabat mas. Entah kenapa, Â dalam beberapa hari ini, ingat terus sama dia," Tutur Surya.
Mendadak wajah Sari memucat saat nama Firman disebut. Untung, Surya tidak menyadari perubahan raut muka istrinya itu.
***
Keesokan harinya, Surya dan Sari sudah berada di kampung halamannya. Seolah enggan membuang waktu, pasangan suami istri ini langsung menemui para saudaranya sekalian mencari informasi siapa yang rela anaknya dijadikan anak angkat.
Tapi, setelah beberapa saudaranya ditemui, tak ada seorangpun yang memberikan anaknya untuk diadopsi Surya dan Sari. Terang saja, hal tersebut membuat keduanya kecewa dan sedih.
Terlebih, mendapat informasi, bahwa Firman, sahabat Surya yang hendak ditemuinya juga sedang terbaring lemah di rumah sakit.Â
Kondisinya sudah sangat kritis, kemungkinannya kecil bisa disembuhkan. Pasangan suami istri ini pun tak membuang waktu. Mereka langsung bergegas menjenguknya.
***
"Hey, sobat. Apa kabarmu?" Tanya Firman, lemah. Saat mengetahui, Surya dan Sari berada dalam ruang inapnya.
Dengan wajah muram dan kedua matanya berkaca-kaca, Â Surya langsung memegang tangan Firman dan bertanya. "Kenapa kau tidak pernah memberitahuku tentang penyakitmu ini?"
Firman hanya tersenyum, sejurus kemudian menoleh ke arah Sari yang berdiri tepat di samping Surya. "Apa kabarmu?" Tanyanya pada Sari.
Tak ada sepatah katapun yang keluar dari Sari. Hanya kedua matanya mulai sembab dan menitikan air mata.
"Maafkan, Aku!" Sari coba untuk bersuara.
"Hey, sudahlah jangan menangis!" Firman coba menenangkan Sari.
Surya yang sedari tadi menyaksikan adegan mengharukan antara Firman dan istrinya, menjadi heran. Dia sama sekali tidak paham, apa yang sedang terjadi.
Rupanya, Firman sadar terhadap rasa heran Surya. Sambil tersenyum, diraihnya tangan Surya. Untuk kemudian diajak lebih mendekat.
"Maafkan aku sobat! Sebelum maut menjemput, ada rahasia yang ingin aku utarakan padamu."
"Rahasia apa?" Surya kernyitkan dahi.
"Tapi, kau harus janji. jangan marahi istrimu. Dia tidak salah...!"
"Iya. Aku janji."
Firman tersenyum lega, saat Surya menyanggupi permintaannya. "Baiklah. Kau dengar baik-baik."
Mulailah Firman bercerita tentang rahasia yang terjadi antara dirinya dengan Sari. Jauh sebelum dinikahi Surya, Sari adalah kekasihnya. Tapi, mengetahui bahwa Surya begitu sangat mencintai Sari, dengan berat hati Firman pun mundur.
Firman rela mengorbankan segenap perasaannya hanya demi kebahagiaan Surya yang telah dianggap saudaranya sendiri. Namun begitu, demi rasa cintanya yang sangat besar terhadap Sari pula, Firman akhirnya memutuskan untuk melajang seumur hidup.
Tanpa disadari, mendengar pengakuan Firman, kedua bola mata Surya menitikan air mata. "Kenapa ... Kenapa kau korbankan diri hanya demi aku?" Tanya Surya.
Firman hanya tersenyum. " Sudahlah, aku tak apa-apa. Aku hanya minta satu hal!"
"Katakan!"
"Jaga dan sayangi dia."
"Pasti. Aku janji."
"Sukurlah. Aku lega sekarang," Ucap Firman, lalu menghembuskan nafas terakhir. Firman wafat di pelukan sahabatnya.
"Maafkan aku, Sobat ... Maafkan!" Ucap Surya, sambil terus mendekap Firman dibarengi cucuran air mata.
TAMAT
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H