Mohon tunggu...
Elang Maulana
Elang Maulana Mohon Tunggu... Petani - Petani
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hanya manusia biasa yang mencoba untuk bermanfaat, bagi diri dan orang lain..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Penghuni Gubuk Tua

23 September 2019   22:14 Diperbarui: 23 September 2019   22:55 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tidak apa. Kau tidak usah minta maaf segala..! Sejujurnya, kakek punya anak. Kalau kakek mau, bisa hidup berkecukupan tinggal bersamanya. Tapi, kakek menolaknya. Seumuran kakek, sudah tidak membutuhkan apa-apa lagi. Kecuali ketenangan hidup dan menyerahkan diri sepenuhnya pada sang pencipta. Itulah kenapa, kakek memilih tinggal di sini sendirian."

"Tapi, kenapa kakek nangis?"

"Kenapa kamu heran lihat orang nangis?, Hidup di dunia berpasangan. Ada siang, ada malam. Ada bahagia, ada sedih. Kebetulan, barusan kakek mendadak sedih. Bukan karena pertanyaanmu, tapi hanya ingat kelakuan kakek dulu yang penuh dosa."

"Memangnya, apa yang sudah kakek lakukan?" Tanya Andika.

"Banyak, anak muda. Sewaktu muda, kakek banyak menyusahkan orang lain. Namun, kakek tidak sempat meminta maaf pada mereka. Seberapapun, kakek mencoba mencari orang-orang yang pernah kakek lukai hatinya, tetap saja tidak ketemu. Untuk itu, kakek sengaja menghukum diri di sini. Sekalian bertafakur untuk lebih mendekatkan diri dengan maha pencipta dengan tenang. Tanpa khawatir diganggu dengan kilaunya duniawi."

"Hidup ini panggung sandiwara, dan kita sebagai aktornya. Untuk itu, janganlah sekali-kali menyimpang dari apa yang sudah ditentukan sang sutradara hidup, jika lakonmu ingin berjalan mulus sampai akhir cerita. Sekali saja kau menyimpang, jangan harap kelanjutan lakon hidupmu berjalan dengan baik, kalau tidak segera dilerbaiki." Imbuh si kakek

"Iya, saya ngerti apa yang kakek maksudkan. Kita sebagai manusia memang diberi kebebasan untuk memilih jalan hidupnya masing-masing. Sang maha pencipta tidak akan pernah melarangnya. Tapi, tentu apapun yang kita lakukan ada konsekuensi yang harus ditanggung. Bukan begitu, kek?"

"Tepat sekali anak muda. Kita tinggal pilih saja, mau konsekuensi mana yang akan ditempuh. Segala sesuatu yang kita perbuat sudah disiapkan dengan ganjarannya masing-masing," tutur si kakek.

Pixabay.com
Pixabay.com
Merasa sudah cukup berbincang dengan si kakek dan mendapatkan pelajaran hidup. Andika pun akhirnya pamit, meninggalkan si kakek menjalani sisa hidupnya di sebuah gubuk tua di pinggir hutan.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun