"Baik dok" Sahut Iqbal dengan wajah sedikit muram. Selain sedih atas kejadian yang menimpa temannya, ia juga bingung. Karena tidak mempunyai uang sepeser pun.
"Aku harus cari duit kemana?" Pikirnya.
Lantaran sudah tidak ada jalan keluar. Dengan sangat terpaksa, Iqbal menjual gitar kesayangannya. Dari hasil penjualan gitarnya itu seluruh resep obat yang dianjurkan dokter tertebus. Nyawa Eko pun bisa diselamatkan. Ada rasa bahagia di hati Iqbal melihat temannya sudah siuman dan kondisinya membaik. Namun dibalik itu, jiwanya tidak bisa menyembunyikan rasa bingung. Satu-satunya harta yang paling dia sayang sudah terjual.
"Bagaimana aku bisa menjalani hidup tanpa gitarku" Gumamnya. Betapa tidak, gitar itulah sarana Iqbal untuk bisa bertahan hidup di kota besar.
"Kenapa kamu kawan, kelihatannya sedang ada yang dipikirkan?" Tanya Eko dalam pembaringannya.
"Tidak apa-apa. Mungkin hanya kurang tidur" Jawab Eko berbohong. Ia enggan terus terang atas kebaikan yang telah diperbuatnya.
"Jangan bohong. Aku tahu karakter dan sifatmu. Tidak mungkin hanya gara-gara kurang tidur, membuat wajahmu murung seperti itu"
"Beneran. Aku gak apa-apa kawan. Lebih baik kamu istirahat, biar cepat sembuh" Ucap Eko, dengan sedikit senyum yang agak dipaksakan.
"Baiklah kalau kau tidak mau berterus terang. Aku tidak akan memaksa. Tapi ada hal yang ingin aku sampaikan padamu..!"
"Apa itu?" Tanya Iqbal, penasaran.
Eko sejenak tersenyum melihat temannya memasang wajah penuh rasa penasaran. Lalu kembali membuka suara.
"Pertama, maafkan segala sifat dan kelakuanku selama ini padamu. Aku selalu memandang remeh. Padahal kamu itu manusia paling baik yang pernah aku kenal. Kedua, aku mau haturkan banyak-banyak terima kasih atas pertolonganmu. Berkat dirimu, nyawaku bisa diselamatkan" Tutur Eko. Kedua sudut matanya mulai keluar butir-butir bening. Eko menyesali segala perbuatannya terhadap Iqbal.