Mohon tunggu...
Elang Maulana
Elang Maulana Mohon Tunggu... Petani - Petani
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hanya manusia biasa yang mencoba untuk bermanfaat, bagi diri dan orang lain..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Sang Penakluk

5 September 2019   07:39 Diperbarui: 5 September 2019   08:54 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SENJA itu, pelangi seolah memberi jalan pada bidadari khayangan turun ke bumi. Untuk menghibur Beno, yang tengah duduk termenung di atas bebatuan sungai. Air mengalir deras dengan riaknya menari dan berkelok sejalan dengan lekukan-lekukan sungai. Indah dipandang. Namun Beno sepertinya tidak menyadari itu. Pikirannya dihadapkan pada dua pilihan berat. Antara membela nama baik daerah atau kesembuhan ibunya.

Beno adalah seorang atlit bukutangkis yang dipercaya mewakili daerahnya pada kejuaraan tingkat provinsi. Berkat ketangkasannya memainkan tepok bulu, pemuda ini mampu menembus babak final. Diprediksi, di babak final pun dia bakal dengan mudah mengalahkan lawannya. Dari sinilah kebimbangan Beno muncul. Fihak lawan ada yang menawari sejumlah uang, jika Beno mau mengalah.

"Ben...Beno.....!" Tiba-tiba dari bibir sungai, seseorang memanggilnya.

"Eh coach Indra, ada apa?"

"Aku cari-cari, nyatanya lagi melamun di sini. Cepat menepi, ada sesuatu yang harus kita diskusikan untuk pertandingan besok..! Sahut Indra, pelatih Beno.

"Baik coach...!" Balas Beno, lalu beringsut ke arah tepi, menapaki batu-batu besar di tengah sungai.

Sesampainya di tepi, pemuda berambut ikal, dengan alis tebal ini langsung diberondong sejumlah pertanyaan oleh Indra.

"Ngapain kamu di sini?" Kenapa tidak latihan?"

"Tenang coach..! Satu-satu nanya nya" Balas Beno sambil menyunggingkan senyum. Pemuda ini ngerti betul sifat pelatihnya, tidak sabaran dalam segala hal.

"Ah udahlah lupakan. Sekarang ayo kita kembali ke penginapan, lalu kita latihan sambil atur strategi..!"

Tak seperti biasanya, Beno malah diam tidak menyahut sepatah katapun. Wajahnya kusut penuh kecemasan.

"Hei....koq malah diem. Ayo kita berangkat..!"

"Bentar coach, ada yang saya ingin omongin..!" Tegas Beno sambil memegang lengan pelatihnya.

"Ngomong apa?"

"Ini soal pribadi tapi erat kaitannya dengan pertandingan besok"

"Kalau ngomong yang jelas, jangan buat aku bingung" timpal Indra.

"Baik. Tapi mending kita ngobrolnya sembari duduk di sana..!" Ajak Beno sambil menunjuk ke batu besar yang ada di pinggir sungai.

"Ayo..!" Sahut Indra, lalu melangkahkan kakinya ke arah batu yang ditunjuk Beno.

**
"Nah sekarang ayo ngomong. Ada apa sebenarnya?" Indra tak sabar ingin mendapatkan penjelasan Beno.

"Sebetulnya saya sedang bingung coach"

"Bingung kenapa?"

"Seperti coach tahu, ibu saya sekarang sedang sakit dan memerlukan biaya tak sedikit"

"Iya terus?" Potong Indra.

"Jujur, saya bingung dari mana mendapat uang untuk biaya pengobatannya. Sementara, kemarin sehabis pertandingan saya di hubungi seseorang. Dan...." Beno tak meneruskan kalimatnya.

"Dan apa?" Indra makin bingung dan tak sabar.

"Orang itu menawarkan sejumlah uang cukup banyak. Asal saya mau mengalah pada pertandingan besok" Jelas Beno, wajahnya sedikit pucat. Khawatir pelatihnya itu marah dan kecewa.

"Terus kamu terima tawaran itu?" Tanya Indra sedikit berang.

"Belum coach. Saya masih bingung kudu ngapain. Satu sisi, saya harus bisa membanggakan daerah kita. Tapi di lain sisi, saya butuh biaya tak sedikit" Tutur Beno, matanya tak berani menatap Indra.

"Kapan kamu akan memberi jawaban pada orang tersebut?"

"Rencananya nanti malam. Kita janjian di tempat makan dekat penginapan tim mereka"

"Jujur mendengar alasanmu, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Keputusanmu ada ditanganmu. Karena aku tidak bisa menolong biaya pengobatan ibumu"

"Jadi saya harus bagamana coach?

"Terserah.  Tapi aku hanya ingin mengatakan satu hal. Jika sebuah kepercayaan dirusak oleh penghianatan. Maka kepercayaan itu bagai kertas yang bila dirusak tidak akan pernah kembali sempurna" Tutur Indra.

"Maksudnya coach?"

"Maksudnya, jika sekali saja kamu berkhianat, maka akan sulit bagi kamu mendapatkan kepercayaan sesempurna sebelumnya. Meski mungkin penghianatan itu telah dimaafkan" Jelas Indra.

"Ada ungkapan, bahwa kejujuran yang menyakitkan itu lebih baik daripada penghianatan yang membahagiakan. Sebab hidup dalam penghianatan meskipun bahagia, itu sama saja hidup di dunia tak nyata" Tambah Indra.

Mendengar petuah Indra, Beno hanya bisa manggut-manggut, tanda mengerti apa yang disampaikan pelatihnya.

"Baiklah coach. Petuahnya akan saya ingat baik-baik"

"Jangan dulu mengambil kesimpulan. Pikirkanlah dulu dan temui mereka nanti malam. Ambil sikap, apa yang menurutmu baik. Sekarang ayo kita pulang....!"

**
Sesuai dengan yang telah dijanjikan, Beno menemui seseorang untuk membicarakan kesepakatan transaksi kotor dalam rangka pertandingan final bulutangkis esok hari.

"Bagaimana, saudara sudah punya jawabannya? Tanya orang tersebut.

"Sudah pak" Jawab Beno tegas.

"Bagus. Berapa yang kamu minta?"

"Sebesar harga diri dan kepercayaan yang akan saya tanggung seumur hidup. Karena sehabis pertandingan, mungkin kepercayaan mereka terhadap saya akan hilang. Apakah bapak sangup membeli harga diri dan kepercayaan?" Tandas Beno.

"Kenapa anda bicara seperti itu. Bukankah sedang butuh biaya besar untuk pengobatan ibumu?"

"Benar. Tapi harga diri dan kepercayaan tidak bisa diukur dengan materi. Jadi lebih baik kita bertanding sportif saja" Tandas Beno.

"Oh ya pak. Tolong kasih tahu bakal lawan saya besok, lebih baik kita main sportif. Berbesar hatilah menerima apapun hasilnya besok. Jadilah ksatria di bidang olahraga yang kita tekuni ini. Karena pemenang sebenanya bukanlah seberapa poin yang kita raih di lapangan. Tapi sejauh mana bisa menerima kemenangan dan kekalahan dengan jiwa lapang" Tutur Beno dengan hati yang mantap.

Mendengar penuturan Beno, seseorang yang akan menyuap Beno itu menepuk-nepuk pundak Bendo sambil tersenyum. Beno kaget. Karena hal itu tak pernah diduganya.

"Bagus anak muda. Aku bangga padamu. Semuda ini sudah mempunyai prinsip dan jiwa sportifitas tinggi"

"Maksud bapak?" Beno makin bingung.

"Ketahuilah, sebenarnya aku hanya berniat menguji kekuatan mental dan sportifitasmu saja. Aku sebenarnya pemandu bakat yang sedang mencari pemuda-pemuda berprestasi sepertimu. Dan kamu lulus ujian. Tentang uang yang kamu butuhkan, jangan khawatir. Besok jika kamu mampu jadi juara, akan kuberi bonus cukup besar. Berjuanglah....!"

"Terimakasih pak" Ucap Beno sambil menjabat tangan orang tersebut. Lalu, keduanya berpisah menuju tempatnya masing-masing.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun