Mohon tunggu...
Elang Maulana
Elang Maulana Mohon Tunggu... Petani - Petani
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hanya manusia biasa yang mencoba untuk bermanfaat, bagi diri dan orang lain..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Kotak Wasiat

2 September 2019   07:45 Diperbarui: 2 September 2019   07:46 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Melihat perubahan wajah Prama, lelaki penyakitan ini tersenyum, seolah otaknya tahu apa yang sedang dipikirkan anak muda ini. 

"He..he..ditanya malah balik nanya. Dasar anak muda sekarang. Jawab saja, sudah berapa lama kau kerja padaku?"

"Lebih dari 10 tahun tuan" Jawab Prama, kepalanya tertunduk. Tak berani menatap mata tuannya.

"Hmmm..berapa umurmu sekarang?"

"23 tuan...!"

"Apa kamu tidak ingin menikah dengan usiamu sekarang?"

"Maaf tuan..! Bukannya saya tidak mau. Tapi untuk sekarang, hati dan pikiran saya hanya untuk mengabdi sepenuhnya pada tuan. Saya rela membujang, asal bisa selamanya membaktikan diri pada tuan"

"Kenapa kau korbankan dirimu demi aku yang renta ini? Mata Yudistira sedikit dipaksakan melotot. Tak percaya jawaban yang terlontar dari pembantunya tersebut.

"Karena tuan dewa penolong saya. Saya tidak tahu nasib saya jika tidak ditolong tuan waktu ibu bapak saya meninggal. Binatang saja bisa menurut pada majikannya. Apalagi saya, mahluk yang diberi akal dan pikiran. Nista namanya kalau tidak setia sama tuan. Untuk itu izinkan saya untuk mengabdi sepenuh hati pada tuan..! Tutur Prama, dengan kepala tetap tidak berani menatap tuannya.

Mendengar kesetiaan dan ketulusan hati pembantunya, tanpa terasa air mata Yudistira jebol juga membanjiri kedua pipinya yang keriput. Hatinya tidak kuat menahan haru. Seorang pembantu bisa memperlihatkan ketulusan dan kesetiaan luar biasa hanya gara-gara dijadikan pembantu dan disekolahkan olehnya. Sementara, kedua anaknya yang diberi kasih sayang sepenuh hati malah tak peduli dengan kondisinya sekarang. Mereka hanya ingin hartanya semata untuk kemudian dipakai poya-poya bersama anak isterinya di kota.

"Terimakasih atas kesetiaanmu, anakku" Ucap Yudistira, dielusnya rambut Prama yang terus tertunduk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun