Mohon tunggu...
Elang Langit
Elang Langit Mohon Tunggu... -

nakal...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perempuan dan Hujan

29 November 2012   11:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:28 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13541855671395092644

" Ingatkah kau akan kisah seorang Karna, seorang anak yang terbuang karena malu ibundanya. Tapi sang anak tetap berbakti pada ibunya, mengorbankan nyawanya demi kebahagiaan sang ibu. Dia tahu, ibunya akan sangat bersedih jika dia membunuh Arjuna. Maka dia memilih dirinyalah yang harus mati."

Perempuan itu terdiam menahan isak tangisnya. Kemudian kekasihnya berbicara lagi...

"Kau tahu In...banyak alasan untuk hidup dan mati, tapi hanya cintanya padamu yang menjadi alasan ibumu tetap hidup"

**** Perempuan itu berjalan terseok menembus derasnya hujan. Pakaiannya yang robek tidak lagi diperdulikan, seperti tidak diperdulikannya rasa sakit, marah dan kehinaan yang dideritanya. Airmatanya luruh bersama tetesan air hujan. Dia ingin secepatnya kembali pulang, melupakan malam laknat yang baru dilaluinya, malam dimana tiga orang bajingan tengik tega memperkosa dirinya.

**** Selsa tertegun, seperti tak percaya dengan apa yang telah didengarnya. Dokter mengatakan bahwa dirinya hamil. Duh Gusti...cobaan apalagi yang mesti kutempuh, ucap perempuan itu lirih dalam hati. Perlahan diterimanya hasil test dari sang dokter.

" Terimakasih dok...permisi" lalu dia pergi meninggalkan ruangan itu.

Sepanjang perjalanan pulang, hati perempuan itu resah. Dia terus memikirkan apa yang akan dilakukan dengan janin yang ada didalam kandungannya, janin yang tak memiliki ayah, benih dari lelaki bejat yang telah memperkosa dirinya. Sesampainya dirumah, perempuan itu mengemasi pakaiannya. Keputusannya sudah bulat, dia akan merawat dan menjaga bayi itu kelak, dia tak ingin menggugurkan janinnya. Ini cobaan Tuhan baginya, dan dia yakin sanggup menerima.

Satu kesedihan yang perempuan itu rasakan, saat dia harus meninggalkan kedua orangtuanya. Dia tak ingin orangtuanya menanggung malu atas ujian yang ditimpakan padanya. Setelah berpamitan, dia melangkah meninggalkan rumahnya, meninggalkan Magelang, untuk memulai hidup baru bersama anaknya kelak. Perempuan itu menuju Yogya.

**** "Ibu...tolong katakan, siapa ayahku? tanya Indri memohon.

Perempuan itu hanya diam, hatinya sedih. Kekhawatirannya akan pertanyaan itu, kini hadir dihadapannya. Pertanyaan dari anak yang sangat dia cintai.

"Ibu...Indri mohon...katakan padaku bu" "Maafkan ibu nak....belum saatnya kamu mengetahuinya" ucap Selsa dalam hati. "Ibu...?"

Selsa lalu meninggalkan Indri yang menangis. Di dalam kamarnya, perempuan itu merenung gundah. Teringat kembali saat saat pertama datang ke Yogya, saat dia bertemu dengan bapak dan ibu Wardoyo yang begitu mengasihinya, memberinya tempat tinggal dan mau menerima keadaan dirinya. Dia teringat saat melahirkan Indri, bapak dan ibu wardoyo yang menemaninya. Dan ketika saat dia bekerja, dengan senang hati mereka mau merawat indri seperti cucu sendiri. Ya...Indri Permatasari...buah hati yang menjadi permata dalam hidupnya. Dan kini, buah hatinya menanyakan siapa ayahnya.

**** Indri berpamitan pada ibunya untuk pergi ke rumah Ki Dalang Saptaman. Kecintaannya pada budaya Jawa, membawanya pada Ki Dalang. Filsofi Jawa yang tertuang dalam adat, budaya serta prilaku keseharian membuatnya tertarik untuk mengambil tugas ahir tentang budaya. Dan disana pula, dia mengenal Elang, anak dari Ki Dalang. Lelaki yang kerap bertukar pikiran dengannya. Lelaki yang mampu mendamaikan hatinya.

Dia ingat, saat berdebat dengan Elang mengenai siapa itu Srikandi. Dirinya bersikeras bahwa Srikandi adalah seorang wanita. Dan Elang, dengan sabar menjelaskan bahwa Srikandi dalam versi lain adalah seorang laki laki, menjelaskan dengan rinci kisah kisah didalamnya. Kesabaran Elang yang membuatnya jatuh cinta pada lelaki itu.

"Lang...kenapa yah, ibuku merahasiakan siapa ayahku?" tanya Indri setelah tiba di rumah Ki Dalang. "Hmm...mungkin beliau merasa belum saatnya kamu tahu, atau mungkin ada rahasia masa lalu beliau yang tak ingin kamu tahu" "Tapi aku ingin tau Lang" "Indri...biarkan takdir yang membawamu mengetahui semuanya, satu yang harus diingat...seseorang ada bukan hanya karena ada yang melahirkannya ke dunia, tetapi ada karena ada yang merawat dengan cinta"

**** " Duh Gusti...malang nasibmu nduk, kenapa kamu tak mau berterusterang sama bapak dan ibumu ini nduk" ucap lelaki tua itu, orang tua kandung Selsa, saat Selsa memutuskan untuk jujur tentang keadaan dirinya yang sudah mempunyai buah hati. "Selsa tidak mau membuat bapak dan ibu malu atas keadaan Selsa" "Apalah arti malu...dibandingkan penderitaanmu nduk, seharusnya kami ada mendampingimu saat kau jatuh" "Sudahlah pak..bu...semua hanya masa lalu, sekarang Selsa bahagia dengan keadaan Selsa"

Selsa lalu bercerita tentang keadaannya saat ini, melepas kerinduan pada kedua orangtuanya, bercerita tentang kebahagiaannya bersama Indri dan bercerita bagaimana Indri yang terus saja menanyakan siapa bapaknya.

"Sebaiknya kamu jujur padanya nduk...katakan yang sebenarnya" "Selsa takut pak...yang Selsa takutkan adalah, Indri akan membenci keadaan dirinya sendiri, karena itu Selsa butuh waktu untuk proses pendewasaan Indri" "Kapan itu nduk...kapan? Kebenaran merupakan proses buat Indri nanti"

**** "Ibu...aku ingin menikah...tadi siang Elang melamarku" "Kamu sudah yakin nak?" "Iya ibu...aku mencintai Elang" Perempuan itu lantas memeluk erat buah hatinya "Jadi...Ibu setuju?" "Iya sayang...katakan sama Elang, bilang agar orangtuanya datang melamarmu"

Hari yang dinantikan Indri tiba, bapak dan ibu Saptaman datang untuk melamar dirinya. Selsa dan Indri menyambut kedatangan mereka. Acara berlangsung hangat dan penuh kekeluargaan. Kemudian bebicara penentuan hari baik buat pernikahan Indri dan Elang. Dan akhirnya...pertanyaan itu hadir kembali

"Maaf bu Selsa...kami ingin tahu siapa ayahnya Indri?...karena hal itu penting sekali"

Selsa terdiam, semua yang hadir menanti jawaban dari dirinya, terlebih lagi Indri.

"Duh Gusti...apakah ini saatnya aku berterus terang tentang semuanya..Gusti, berilah hamba kekuatan" ucap Selsa dalam hatinya.

Kemudian...Selsa bercerita semua tentang dirinya dan Indri, bercerita tentang masa lalu yang kelam yang sudah lama dia coba lupakan, bercerita tentang...

"Ibu pembohong!!" teriak Indri. "Maafkan ibu nak" "Indri benci ibu!!" teriak Indri kembali, lalu kemudian berlari meninggalkan meraka yang ada di ruangan. Semuanya terdiam sejenak...lalu.. "Ibu..ijinkan Elang menyusul Indri" ucap Elang pada Selsa, dan Selsa pun mengangguk.

**** Hujan turun dengan deras membasahi sanggar seni itu. Elang tahu...Indri pasti ada disitu, karena di tempat itulah Indri kerap menghabiskan waktunya saat suka maupun duka.

"Hai..." sapanya pada Indri. Indri hanya diam, seolah tak menghiraukan kehadiran Elang disitu.

"Ibumu perempuan hebat...sangat hebat" "Jangan coba hibur aku Lang...ibuku seorang pembohong!" Tapi Elang tak perduli, dia terus saja berbicara... "Seorang Dewi Kuntipun harus membuang anaknya Karna yang lahir tanpa bapak. Mungkin karena malu...atau karena takut harga dirinya jatuh sebagai seorang ratu. Tapi ibumu tidak, beliau tidak mau membuang dirimu. Beliau perempuan mulia, dia cinta pada Sang Pencipta...dengan mencintai ujian yang ditimpakan padanya...dia mencintai dirimu"

"Elang....?"

"Ibumu bertahan dari seluruh duka yang dia rasakan...semua demi kamu. Aku akan sangat bangga jika ibumu juga menjadi ibuku"

Mata Indri berkaca kaca, tetapi ditahannya agar air mata tidak menetes. Dia tak menyangka, jika Elang mau menerima keadaan dirinya. Dan Elang melihat ke arah mata itu, lalu...

"Ikut aku".

Ditariknya tangan Indri untuk diajak keluar sanggar. Tubuh mereka berdua pun basah karena hujan setibanya di luar.

"Menangislah...tumpahkan air matamu...biarkan hujan yang meluruhkannya".

**** Selsa duduk diteras dan termenung menatap hujan. Hatinya sedih saat teringat Indri...teramat sedih, namun tak mampu juga meneteskan air mata. 23 tahun sejak kejadian itu, dia tidak pernah lagi menangis. Airmatanya sudah luruh karena hujan dimalam itu. Terbayang kebahagiaan saat Indri lahir ke dunia. Terbayang kekuatan yang di rasakan sejak kehadiran Indri. Lalu...sayup sayup dia mendengar suara lirih di dalam hujan..

"Ibu....."

Tampak olehnya, Indri dan Elang yang berjalan memasuki halaman rumah.

"Ibu...maafkan Indri bu"

Sekejab dia merasakan pelukan hangat buah hatinya. Dan...kali ini dia menangis...ya...dia menangis.

**** Tamat. Cerpen yang terinspirasi dari fiksi karya Selsa. Dedicated to mbak Selsa, semoga gak kecewa dengan cerpennya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun