terngiang ucapan kakaknya di telepon barusan
" Kamu mau nikah, enak aja. Kakakmu juga pengen tahu, masa mau dilangkahi?"
sedangkan ibunya malah ngomong begini:
" Susah Fiet cari orang seperti yang kamu mau, emang di Desa Rangkat gak ada?"
Fiuh...
Fietry bangkit dari tidurannya, mematikan musik dan menyambar jilbab bergo di gantungan kemudian memakainya. Fietry berjalan keluar rumah, ia harus mencari udara segar, gak boleh galau terus di dalam rumah.
entah kemana tujuan Fietry, ia menyusuri jalanan desa yang belum di aspal. Matanya di edarkan ke pemandangan indah gunung Narasi yang kehijauan dan selalu memberi inspirasi. Sungai Rangkat yang jernih terlihat menyejukkan untuk di teguk, hamparan persawahan yang hijau memanjakan mata.
Di persimpangan jalan Fietry bertemu dengan Pak Windu, beliau menyapa Fietry dengan ramah. Fietry segera mencium tangan Pak Windu. Pak Windu tersenyum dan mengelus kepala Fietry yang terbungkus jilbab. Ah, rasa iri segera menyeruak di hati Fietry.
betapa beruntung Mbak Asih punya ayah yang penyayang seperti pak Windu. batin Fietry.
" Kamu mau kemana?" Pak Windu tersenyum arif.
" Jalan-jalan saja, Pak. Pak Windu sendiri mau kemana?"