Pemantauan dan evaluasi menjadi sangat penting, setidaknya ada lima indikasi yang dapat diamati dari legislasi Indonesia ketika mempertimbangkan undang undang legislasi yang dibuat oleh DPR. Pertama, undang-undang tersebut ineffective, karena gagal mencapai tujuan yang diharapkan. Kedua, undang-undang tersebut tidak dapat ditegakkan. Ketiga, undang-undang tersebut unresponsive, karena telah menghadapi penolakan yang signifikan dari masyarakat sejak awal dan pemberlakuannya. Keempat, undang-undang ini tidak secara efektif mengatasi masalah sosial, tetapi justru menimbulkan tantangan lebih lanjut dalam masyarakat. Dan yang kelima, undang-undang yang dibuat tidak sesuai dengan tuntutan atau tidak sesuai dengan issue relevance yang ada di masyarakat. Dalam upaya mengadvokasi kesejahteraan masyarakat melalui sarana legislatif, ada dua faktor penting yang terabaikan. Pertama, kurangnya aspirasi masyarakat dan kurangnya keterlibatan masyarakat dalam proses pembentukan undang-undang. Serta yang Kedua, terbatasnya jumlah undang-undang yang disahkan oleh DPR dan Pemerintah telah berdampak buruk pada kesejahteraan, terutama pada vulnerable groups seperti anak-anak, masyarakat miskin, perempuan, penyandang disabilitas, lansia, masyarakat adat, dan golongan minoritas. Selain itu, konsep-konsep mendasar seperti social justice, pemerintahan yang partisipan, kelestarian alam, dan gender equality masih belum maksimal.
Salah satu tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan mengkaji dinamika yang terjadi selama proses pembahasan. Sangat penting untuk mengevaluasi proses legislasi dan produk yang dihasilkan. Misalnya, bagaimana mengevaluasi aspek formal dari proses legislasi, yaitu apakah proses kinerja legislasi bersandar dengan peraturan undang-undang dan tata tertib DPR. Apakah proses legislasi sudah sesuai dengan prinsip-prinsip pembuatan undang-undang, Bagaimana pelibatan publik diimplementasikan dalam proses ini, Apakah publikt memiliki peran yang signifikan dalam proses legislasi, serta sejauh mana konflik kepentingan menyebabkan political contamination.
Kesimpulan
Setiap tahapan dalam proses pembentukan undang-undang, baik Rancangan Undang Undang (RUU) yang berasal dari DPR, Presiden, maupun DPD, harus berpegang pada peraturan yang telah diatur dalam Undang-Undang MD3, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, dan peraturan perundang- undangan terkait lainnya. Hal ini untuk memastikan bahwa substansi dan isi dari undang-undang tersebut sesuai dan tidak saling bertentangan. Sangat penting untuk memastikan bahwa semua pemangku kepentingan yang terlibat dalam proses legislasi memiliki pemahaman yang komprehensif tentang isi dan esensi dari undang-undang yang diberlakukan.
Selain itu, pentingnya peranan Mahkamah Konstitusi (MK) dan partisipasi publik dalam prosedur legislatif di Indonesia merupakan komponen vital dalam pembentukan kerangka hukum yang kuat dan adil. Dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, dan keadilan dalam proses ini, maka dapat dijamin bahwa undang-undang yang dihasilkan dapat memenuhi tuntutan masyarakat dan sesuai dengan prinsip-prinsip konstitusional.
Dengan meningkatnya pemahaman kita tentang dampak Mahkamah Konstitusi dan partisipasi publik dalam proses legislasi, maka sudah menjadi kewajiban kita sebagai anggota masyarakat, untuk secara aktif berkontribusi terhadap pemberlakuan undang-undang yang secara efektif melindungi kesejahteraan rakyat dan mendorong kemajuan masyarakat yang adil. Dengan demikian, diharapkan akan ada masa depan yang lebih baik di masa yang akan mendatang, yang ditandai dengan terwujudnya kebijakan yang adil, memprioritaskan kesejahteraan individu, dan prinsip-prinsip konstitusi dijaga dengan baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H