Sebelum saya memulai menulis, ingin saya sampaikan rasa prihatin & empati yang sebesarnya kepada keluarga korban, Bapak Darmawan Salihin beserta keluarganya, juga suami dari Mirna.Â
Mungkin terlambat saya mengikuti perkembangan mengenai kasus sianida ini. Dan baru kemarin saya benar2 nonton seharian karena terbius dengan rasa penasaran sekaligus keheranan (itupun hanya sampai sore). Yang awalnya dipicu rasa kasihan karena sekilas membaca berita dan komen yang miring terhadap keluarga korban, terutama pak Darmawan. Seolah tak puas dengan kematian Mirna masyarakat juga ingin ikut menghakimi keluarga korban..? Â Saya terkejut, ada apa dengan kasus ini? Memangnya Mirna dibunuh bapaknya??Â
Saya paham kejengkelan masyarakat melihat kelakuan tim penuntut dari JPU minggu lalu yang mau mencoba2 cara preman memenangkan kasus ini. Saya pun muak, dan bisa membayangkan jadi selama ini begini kelakuan para jaksa..? Alat bukti yang tidak matang dan dipaksakan, bekerja setengah-setengah lalu diselesaikan dengan cara preman? Untungnya akhirnya saya memutuskan untuk menonton sidang tanggal 14 Sepetember 2016 kemarin di TV, ditambah browsing2 sedikit, dan menemukan beberapa hal berikut...
Masyarakat Yang Pelupa
Mungkin karena saya mengikuti kasus ini sekali2, jarang mendengarkan celotehan pengacara terdakwa, Pak Otto Hasibuan, jadi masih segar di-ingatan saya video CCTV yang diputar di TV, bagaimana seorang terdakwa Jessica datang ke cafe 50 menit sebelum pertemuan dengan temannya, membeli segelas Vietnamese coffee (yang ternyata es kopi) tanpa mempedulikan kaya apa rasanya sebuah es kopi yang sudah cair es-nya untuk Mirna.Â
Lalu duduk dan menjejerkan kantongan belanjanya di atas meja, menarik kopi tersebut ke balik kantongannya, lalu hanya Tuhan yang tahu apa yang ia kerjakan di balik sana. Lalu ia geser kembali kopi tersebut menjauh dari dia, dan segera menyingkirkan kantongan tersebut dari atas meja. Jessica duduk anteng selama hampir satu jam.Â
Kemudian Mirna datang, hanya selang 1-2 menit duduk dan minum kopi tersebut, ia mengibas2 mulutnya, konon kejang2, dan akhirnya tidak sadarkan diri. Apakah anda lupa? Apakah anda buta, sampai harus repot2 cari teori baru pembunuh lain yang mungkin mengintervensi kopi tersebut...?
Apa pembelaan bapak Otto? Digembar-gemborkan beliau CCTV itu tidak asli, karena tidak jelas gerakan tangan di balik kantongan tersebut, bisa saja adegan gerak2 tangan itu  'disisipkan' oleh para ahli IT? Yah kalau mungkin sih bisa saja. Tapi kenyataan bahwa Jessica menaroh kantongan berjajar tersebut di atas meja dan menarik kopi itu ke balik tas belanja itu apa alibinya? Saya cek di youtube pembelaan Jessica saat diwawancara salah satu stasiun TV mengenai hal itu sambil ketawa2 mengatakan bahwa itu masalah kebiasaan saja meletakkan kantongan dimana pun dia mau. Dan sebagian masyarakat pun menerima saja, tidak peduli kenyataan bahwa setelah itu kopi yang digeser2nya itu akhirnya membuat Mirna meninggal, membuat Hani (temannya yang satu lagi) dan Devi (manager cafe Olivier) mual dan mabok saat mencicipi secimit kopi tersebut.Â
Masyarakat Yang Senang Dikibulin
Sebagian masyarakat Indonesia itu senang sekali kalau dikasih orang pintar berbicara dengan meyakinkan dengan bahasa dewa. Tanpa menuduh apapun terhadap saksi ahli yang dihadirkan pihak Jessica, tapi yang membuat saya heran keterangan saksi ahli patologi forensik Bapak Djaja Suryaatmaja dan ahli toksikologi bapak Budiawan, yang terus mengulang-ngulang mengenai betapa tidak mungkinnya 7400mg sianida ada di dalam gelas kopi Mirna, karena itu artinya satu cafe Olievier itu bakal colaps mencium baunya.Â
Seolah para ahli ini satu barisan dengan pak Otto, yang selama ini menggunakan kata2 tersebut untuk membodohi penonton dan mengaburkan fakta. Mari kita sama2 pelajari data yang ada, bahwa yang dimaksud 7400 itu adalah mg per liter! Karena untuk mengetahui isi satu gelas kopi itu seorang ahli di lab hanya mengambil 0,1 ml sample untuk dicek isi kandungannya. Jadi ya jelas tidak ada 7400mg/liter sianida di gelas es kopi yang cuma muat katanya 320ml!Â
Kalau mau secara bodoh-bodohan kalau kita hitung balik artinya dalam 1 ml ada 7,4mg sianida dikalikan 320ml maka hasilnya 2368mg. Dan kalau anda browsing mengenai sianida, Â ternyata di pertambangan emas menggunakan sianida untuk larutan dalam pengambilan emas, dan yang diijinkan adalah 1500ppl atau 1500 ml/liter.
 Angka tersebut tentu sudah diperhitungkan dengan kondisi sebuah pertambangan yang anda tau sendiri macam apa aliran udara di dalam situ itu? Nah cafe Olivier itu ada di dalam mall besar yang pintunya pasti selalu terbuka dan bukan ruang gas tertutup yang udaranya tidak bisa bocor kemana-mana, cafe itu sendiri punya teras dimana orang lalu lalang keluar masuk udara bebas. Sianida yang dipakai juga cair, bukan gas, yang dicemplungin di es (bukan suhu kamar 25 C). Jenius gak tuh pelakunya.. ?
Satu hal lagi, Mirna tidak meminum habis kopinya, dikira-kira hasil sedotannya hanya 20ml, maka sianida yang masuk ke tubuh Mirna hanya 148mg. Memang tetap masih jauh dibandingkan angka yang ada di lambung Mirna beberapa hari setelah meninggal (plus sudah dicampur formalin). Harusnya kalau seorang ahli netral, ia mengangkat angka ini (atau berapalah hasil perhitungannya polisi), tapi dia menolak menghitung saat diminta jaksa, dengan mengatakan sudah bisa dikira-kira.Â
Walaupun jaksa pasti sudah tahu, hakim & pengacara juga tahu, tapi masyarakat yang kan tidak tau... Dikira kemana larinya 7400mg itu jadi sisa hanya 0,2mg  di lambung seperti yang diheran-herankan sama pak Djaja... Lha iya lah heran, wong membandingkannya saja sudah salah!? Masak seorang ahli tidak tau, atau sengaja mempelestkan untuk membodohi orang?Â
Dosis fatal sianida masuk ke dalam tubuh itu 1,5-2 mg per kg berat badan. Kalau Mirna beratnya 60kg berarti ambang dosis dia 120mg kg, maka pantaslah ia tewas seketika setelah menenggak 148mg hanya dalam waktu beberapa menit. Tidak butuh 1-2 jam seperti yang dikatakan pakar dari Australia...
Masyarakat Yang MalasÂ
Padahal semua informasi sudah ada di google. Kalau saja orang membuat komentar cari tau sedikit saja, dalam beberapa menit pikiran dia sudah terang. Seperti info yang saya ambil asal dari wikipedia :Â
"Oral ingestion of a small quantity of solid cyanide or a cyanide solution as little as 200 mg, or to airborne cyanide of 270 ppm is sufficient to cause death within minutes.[19]" Â
Jadi kenapa ahli2 itu bilang butuh waktu sampe 1-2 jam, seperti yang dikatakan ahli dari Australia itu? Lalu mengenai warna cherry red yang diumbar-umbar ciri seorang korban sianida, lha coba anda browse sendiri, foto itu hanya satu2nya mungkin, karena menurut referensi2 itu juga dikatakan bahwa "itu tidak selalu terjadi" warna merah keluar. Kl logika awam saya ya mungkin saja, orang kl kesulitan nafas dan gagal nafas pastinya membiru dulu.Â
Masyarakat Yang Kejam
Ini yang paling menyedihkan menurut saya, ketika seorang pengacara berhasil membalikkan opini dan membuat masyarakat mencerca bahkan ke pihak keluarga korban? Lalu membuat teori kalau bapak Darmawan membunuh anaknya demi asuransi? Saya sedih banget melihat wajah saudara kembar Mirna menahan emosi, betapa ia dan keluarganya merasa tercerahkan ketika tiba-tiba seorang tante mengatakan sempat memotret Mirna saat terakhir setelah dimandikan dan di foto wajahnya sedikit kemerahan. Dan betapa mereka tergopoh-gopoh memberikan bukti itu ke hakim, dan hal yang bikin saya pengen nangis, seorang ayah terpaksa harus menunjukkan foto almarhum anaknya  yang kemerahan ke depan pers, demi karena mereka tidak ingin kehilangan kasus ini. Betapa perasaan mereka dicapur-adukkan tidak karuan pastinya, walau terlihat tegar. Kemarin saya melihat saudara kembar Mirna yang bicara menggebu-gebu, lalu diberi kode oleh ibunya untuk tetap tenang. Ia juga mengatakan betapa ibunya yang paling sabar di antara mereka semua sementara dirinya sudah tidak tahan menghadapi ini semua. Â
Pelajaran Berharga untuk JPU
Saya ingin sekali mengatakan, selamat bekerja keras JPU! Ini waktunya untuk merombak kinerja dan mentalitas anda selama ini. Selama ini mungkin seperti desas-desus yang kita tau bagaimana kelakuan-kelakuan mafia peradilan dari mulai polisi hingga hakim. Yang konon suka memaksakan bukti dan menggunakan cara-cara premanisme untuk memenangkan kasus? Biar kapok anda kedatangan seorang kriminal jenius (kalau memang benar dia pelakunya). Dan apa yang saya tonton di sidang tgl 14 September 2016, ternyata JPU belajar banyak sekali hanya dalam waktu seminggu. Benar-benar mereka membuka textbook kimia, dan yang paling hebat sudah mulai belajar mengontrol emosi untuk pencitraan yang lebih baik. Karena sebenarnya hanya itu yang dibutuhkan untuk memenangkan kasus di mata masyarakat yang bodoh ini, hahaha... Belajarlah dari bapak Otto yang anggun. Dan benar saja, saat ini tim dari JPU sedikit demi sedikit melakukan reformasi terhadap dirinya, mungkin karena mereka terdiri dari orang2 muda yang masih mau belajar. Dan teruslah berubah!Â
Dan untuk kepolisian, mampuslah oknum yang selama ini konon senang mengarang2 bukti, membesar2kan dosis mungkin utk supaya terlihat dramatis kematiannya, malah jadi peluru buat pengacara menghacurkan alat bukti mereka sendiri. Bahkan jaksa dan polisi berpotensi kalah dalam persidangan yang di-blow up-nya sendiri.Â
Namun pesan saya terhadap masyarakat, jangan sampai kebencian anda terhadap polisi, hakim, jaksa, harus anda lampiaskan juga ke keluarga korban. Coba tempatkan diri anda di posisi mereka? Apa iya saudara kembar sekalipun tidak boleh punya feeling mengenai siapa yang membunuh saudara sedagingnya?? Memang semelarat apa keluarga itu sampe harus membunuh anak sendiri untuk dapat uang? Mending bunuh orang lainnya aja..Â
Akhir kata, saya tidak tahu apakah benar Jesica pembunuh Mirna. Saya juga tidak tahu apakah benar sianida yang membunuh Mirna. Yang pasti secara jelas semua orang tahu kalau Jessica itu sangat cerdas, sangat terlihat dari penampilan-penampilannya yang tenang, dan bahkan sangat terlihat menikmati publikasi2 tentang dirinya. Saran saya sih orang ini tidak perlu dihukum mati kalau terbukti sekalipun. Karena bukti tidak kuat, mungkin saja kita semua salah, dan yang paling penting dia berjasa karena sudah ngerjain abis-abisan polisi dan jaksa, dan mudah2an membawa reformasi buat kinerja mereka...Â
Selamat buat media, terutama Kompas TV... Hebat anda tambah kaya raya...Â
Â
 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H