Mohon tunggu...
Eko Windarto
Eko Windarto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Esainya pernah termuat di kawaca.com, idestra.com, mbludus.com, javasatu.com, pendidikannasional.id, educasion.co., kliktimes.com dll. Buku antologi Nyiur Melambai, Perjalanan. Pernah juara 1 Cipta Puisi di Singapura 2017, juara esai Kota Batu 2023
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

esai

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menggayuh Roso Tentrem Melalui Titian Wah Weh Woh

17 Januari 2024   11:57 Diperbarui: 17 Januari 2024   12:02 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Eko Windarto

Setelah saya membaca kata pengantar MENG-GAYUH ROSO TENTREM MELALUI TITIAN WAH WEH WOH Prof. Dr. Wahyudi Wijanarko. M. Si di dalam buku MULAT SARIRA OTOKRITIK MANUSIA karya: Doktor Slamet Hendro Kusumo, maka saya terinspirasi dan tergerak untuk menulis seperti di bawah ini:

Jurgen Habermas MAUJUD DALAM SANEPOAN WONG JOWO
Oleh: Eko Windarto

Mengacu pada keberadaan atau kemunculan seorang filsuf kondang, Jurgen Habermas, dalam lingkungan budaya Jawa. Namun, jika ditelusuri lebih dalam, makna kedua yang mungkin adalah tentang bagaimana konsep-konsep Habermas dalam filsafatnya dapat terhubung atau beradaptasi dengan nilai-nilai dan kearifan lokal Jawa.

Dalam teks ini, saya akan membahas keduanya dan menjelaskan bagaimana kehadiran seorang filosof Jerman seperti Habermas dapat diaplikasikan dalam konteks budaya Indonesia, terutama budaya Jawa, dengan menggabungkan gagasan-gagasannya dengan nilai-nilai lokal.

Jurgen Habermas adalah seorang filsuf Jerman yang mengembangkan teori komunikasi dan masyarakat. Salah satu konsepnya adalah pemikiran kritis, di mana individu mampu mempertanyakan dan menjawab masalah-masalah sosial melalui komunikasi dan argumen rasional. Konsep seperti ini dapat diterapkan dalam budaya Jawa, yang menekankan pada pentingnya musyawarah dan kegunaan bahasa yang baik dalam menyelesaikan masalah di tengah masyarakat. Di tengah budaya Jawa yang sangat membudayakan kesopanan dan penghormatan terhadap orang lain, pemikiran kritis Habermas dapat membantu mengembangkan budaya yang lebih kritis dan reflektif.

Selain itu, pemikiran Habermas tentang perspektif kosmopolitan juga relevan dalam konteks Indonesia yang beragam. Konsep perspektif kosmopolitan berbicara tentang fokus pada kesejahteraan umum dan pengakuan terhadap keberagaman manusia di seluruh dunia. Konsep ini sangat dibutuhkan di Indonesia yang memiliki keragaman etnis, agama, dan kesenjangan sosial yang cukup signifikan. Nilai-nilai dan kearifan lokal, seperti gotong royong dan toleransi, dapat diintegrasikan dengan pemikiran kosmopolitan Habermas untuk mencapai sebuah masyarakat yang lebih inklusif.

Dalam konteks kesenjangan sosial di Indonesia, Habermas juga dapat berperan dalam membangun gagasan tentang keadilan sosial. Konsep Habermas tentang teori tindakan komunikatif dapat membantu memperjelas posisi individu dalam menyuarakan masalah sosial yang menurut mereka tidak adil. Hal ini dapat memperkuat perjuangan Indonesia untuk menjadi masyarakat yang lebih adil, yang selalu menempatkan perbedaan sebagai kekuatan positif bukan kelemahan.

Dalam hal ini, saya menilai bahwa kehadiran filsafat Barat seperti Habermas dalam lingkungan budaya Jawa dapat memberikan wawasan internasional yang menguntungkan, terutama dalam memperkaya keberagaman ide dan pemikiran. Namun, ketika memasukkan gagasan Habermas ke dalam konteks budaya Indonesia, kita harus mempertimbangkan konteks yang tepat dan mencari cara untuk mengadaptasi nilai-nilai lokal agar tercipta integrasi yang bermakna.

Keberadaan filosof Jerman Jurgen Habermas dalam lingkungan budaya Jawa dapat diinterpretasikan dalam dua lapis makna, yaitu sebagai kehadiran fisik dan sebagai integrasi nilai-nilai filsafat kontemporer dengan nilai dan kearifan lokal. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mempertimbangkan konsep-konsep Habermas dalam konteks Indonesia, terutama dalam hal pengembangan masyarakat yang lebih inklusif dan adil.

Untuk Mengaplikasikan Konsep Pemikiran Kritis Habermas dalam Budaya Jawa

Mengenalkan konsep pemikiran kritis Habermas Penting untuk mengenalkan konsep pemikiran kritis Habermas kepada masyarakat dan budayawan Jawa, agar mereka mengetahui dan memahami konsep filosof ini.

Menanamkan pentingnya musyawarah dan dialog dalam budaya Jawa Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, budaya Jawa sangat menghargai kesepakatan melalui musyawarah. Oleh karena itu, konsep pemikiran kritis Habermas yang menekankan pentingnya musyawarah dan dialog dalam menyelesaikan masalah dapat diterapkan dalam budaya Jawa.

Mengajarkan pemikiran kritis dalam pendidikan Sekolah merupakan institusi penting untuk mengajarkan pemikiran kritis kepada generasi muda. Hal ini dapat dilakukan dengan mengadopsi kurikulum yang menekankan pada pelatihan berpikir kritis dan analitis bagi siswa.

Mengembangkan media komunikasi yang transparan dan akuntabel Konsep pemikiran kritis Habermas yang menekankan pada komunikasi yang transparan dan akuntabel dapat diterapkan dengan mengembangkan media komunikasi yang demokratis dan terbuka.

Mengadopsi prinsip-prinsip kosmopolitanisme Sedangkan untuk membangun persepsi yang inklusif terhadap keragaman budaya maka konsep kosmopolitanisme Habermas dapat diadopsi dan diintegrasikan dengan nilai-nilai Jawa yang mengembangkan toleransi dan kerjasama antar kelompok.

Secara keseluruhan, memadukan gagasan Habermas dengan nilai-nilai budaya Jawa dapat membuka wawasan masyarakat Indonesia terhadap perspektif dan praktik filosofis yang berbeda. Pemikiran kritis yang ditanamkan dalam budaya Jawa akan membantu masyarakat menjawab masalah-masalah sosial dengan cara yang lebih rasional dan produktif.

Meskipun mungkin tidak ada kasus khusus yang mengadopsi secara langsung pemikiran kritis Habermas dalam budaya Jawa, namun beberapa inisiatif dan praktik telah ditunjukkan dalam pengembangan masyarakat budaya Jawa yang berbasis kritis:

Pendidikan kritis Beberapa sekolah di Jawa telah menerapkan pendidikan kritis dalam kurikulum mereka. Salah satu contoh adalah Sekolah Rakyat Victoria di Klaten, Jawa Tengah, yang menekankan pengembangan keterampilan berpikir kritis dan analitis. Melalui pendidikan ini, siswa dipersiapkan untuk menjadi pemimpin masa depan yang mampu menghadapi tantangan dengan cara yang rasional dan kritis.

Diskusi dan Musyawarah Budaya Jawa selalu mengutamakan diskusi dan musyawarah untuk menyelesaikan masalah. Praktik ini cocok dengan konsep Habermas tentang pemikiran kritis karena memungkinkan setiap individu untuk mengekspresikan dirinya dengan cara yang adil dan demokratis.

Jurnalisme terbuka dan transparan Media Indomedia, sebuah media online yang berbahasa Jawa, aktif mempromosikan jurnalisme terbuka dan transparan. Hal ini sesuai dengan konsep Habermas tentang komunikasi yang demokratis dan akuntabel, yang dapat membantu mengembangkan budaya yang lebih kritis dan menghasilkan pemikiran yang lebih produktif.

Pengembangan Desa Kritis

Beberapa desa di Jawa telah mengadopsi konsep pemikiran kritis dalam pembangunan masyarakat mereka. Salah satunya adalah Desa Kali Pelem, Magelang, Jawa Tengah. Melalui program Desa Kritis, warga desa didorong untuk berpikir secara kritis dan mengambil tindakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kajian Kritis dalam Kesenian dan Budaya

Beberapa inisiatif seni dan budaya di Jawa juga mengadopsi konsep pemikiran kritis. Misalnya, acara Ngopi Dalem di Yogyakarta, yang mengadakan forum diskusi tentang seni dan budaya di Indonesia dengan melibatkan seniman, kritikus, dan akademisi. Acara seperti ini dapat membantu mengembangkan gagasan-gagasan baru tentang seni dan budaya di Indonesia melalui kajian dan diskusi yang kritis.

Meskipun masih sedikit contohnya, ini menunjukkan bahwa pemikiran kritis Habermas dapat diterapkan dalam konteks budaya Jawa dan membuka ruang bagi pengembangan pemikiran kritis serta wawasan bermasyarakat budaya yang lebih luas dan inklusif.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun