Oleh: Eko Windarto
Setelah saya membaca kata pengantar MENG-GAYUH ROSO TENTREM MELALUI TITIAN WAH WEH WOH Prof. Dr. Wahyudi Wijanarko. M. Si di dalam buku MULAT SARIRA OTOKRITIK MANUSIA karya: Doktor Slamet Hendro Kusumo, maka saya terinspirasi dan tergerak untuk menulis seperti di bawah ini:
Jurgen Habermas MAUJUD DALAM SANEPOAN WONG JOWO
Oleh: Eko Windarto
Mengacu pada keberadaan atau kemunculan seorang filsuf kondang, Jurgen Habermas, dalam lingkungan budaya Jawa. Namun, jika ditelusuri lebih dalam, makna kedua yang mungkin adalah tentang bagaimana konsep-konsep Habermas dalam filsafatnya dapat terhubung atau beradaptasi dengan nilai-nilai dan kearifan lokal Jawa.
Dalam teks ini, saya akan membahas keduanya dan menjelaskan bagaimana kehadiran seorang filosof Jerman seperti Habermas dapat diaplikasikan dalam konteks budaya Indonesia, terutama budaya Jawa, dengan menggabungkan gagasan-gagasannya dengan nilai-nilai lokal.
Jurgen Habermas adalah seorang filsuf Jerman yang mengembangkan teori komunikasi dan masyarakat. Salah satu konsepnya adalah pemikiran kritis, di mana individu mampu mempertanyakan dan menjawab masalah-masalah sosial melalui komunikasi dan argumen rasional. Konsep seperti ini dapat diterapkan dalam budaya Jawa, yang menekankan pada pentingnya musyawarah dan kegunaan bahasa yang baik dalam menyelesaikan masalah di tengah masyarakat. Di tengah budaya Jawa yang sangat membudayakan kesopanan dan penghormatan terhadap orang lain, pemikiran kritis Habermas dapat membantu mengembangkan budaya yang lebih kritis dan reflektif.
Selain itu, pemikiran Habermas tentang perspektif kosmopolitan juga relevan dalam konteks Indonesia yang beragam. Konsep perspektif kosmopolitan berbicara tentang fokus pada kesejahteraan umum dan pengakuan terhadap keberagaman manusia di seluruh dunia. Konsep ini sangat dibutuhkan di Indonesia yang memiliki keragaman etnis, agama, dan kesenjangan sosial yang cukup signifikan. Nilai-nilai dan kearifan lokal, seperti gotong royong dan toleransi, dapat diintegrasikan dengan pemikiran kosmopolitan Habermas untuk mencapai sebuah masyarakat yang lebih inklusif.
Dalam konteks kesenjangan sosial di Indonesia, Habermas juga dapat berperan dalam membangun gagasan tentang keadilan sosial. Konsep Habermas tentang teori tindakan komunikatif dapat membantu memperjelas posisi individu dalam menyuarakan masalah sosial yang menurut mereka tidak adil. Hal ini dapat memperkuat perjuangan Indonesia untuk menjadi masyarakat yang lebih adil, yang selalu menempatkan perbedaan sebagai kekuatan positif bukan kelemahan.
Dalam hal ini, saya menilai bahwa kehadiran filsafat Barat seperti Habermas dalam lingkungan budaya Jawa dapat memberikan wawasan internasional yang menguntungkan, terutama dalam memperkaya keberagaman ide dan pemikiran. Namun, ketika memasukkan gagasan Habermas ke dalam konteks budaya Indonesia, kita harus mempertimbangkan konteks yang tepat dan mencari cara untuk mengadaptasi nilai-nilai lokal agar tercipta integrasi yang bermakna.
Keberadaan filosof Jerman Jurgen Habermas dalam lingkungan budaya Jawa dapat diinterpretasikan dalam dua lapis makna, yaitu sebagai kehadiran fisik dan sebagai integrasi nilai-nilai filsafat kontemporer dengan nilai dan kearifan lokal. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mempertimbangkan konsep-konsep Habermas dalam konteks Indonesia, terutama dalam hal pengembangan masyarakat yang lebih inklusif dan adil.
Untuk Mengaplikasikan Konsep Pemikiran Kritis Habermas dalam Budaya Jawa