Kangen kampus pak!
Lama Dek Nia gak ngerjain PR lagi Pak? Sekarang sudah bisa lagi...”
Sapa ku balik, masih dengan berjalan dan melambaikan tangan ke Pak Jono. Sapaku jelas terlihat dari spion mobilnya. Nama anak Pak Jono adalah Nia.
Sebenarnya, aku ingin ke Laboratorium. Tapi, mungkin masih sedikit frustasi juga karena penelitian yang tak membuahkan hasil, mengharuskan kondisi fisik ku drop dan sakit sampai selama itu. Aku cukup ke kantin saja hari ini. Lain waktu aku akan ke ruangan Pak Jono.
Sebelum siang aku berencana pulang, sebentar saja berjalan-jalan di sini sudah cukup untuk mengobati rindu ku di kampus. Karena memang minggu depan aku sudah mulai aktif kembali di Lab.
Banyak juga tadi yang menyapa, benar adanya anugerah sehat adalah anugerah yang luar biasa. Dari sekian banyak teman keheranan, dan sebagian lagi juga kapok beralasan sakit Tipes. Mereka bertanya-tanya “Bisa-bisanya ya sakit Tipes sampai 6 bulan di rawat?!” Sambil menepuk-nepuk punggung tangan ke jidad kepala semoga tidak pamali, beralasan sakit Tipes saat mangkir kelas. Aku hanya tersenyum mendengarnya. Memang 6 bulan terakhir ini aku berjuang cukup keras melawan letih dan lelah sakit yang semoga tidak terjadi lagi Tuhan.
Tak disangka saat di depan kantin kampus, Pak Jono tiba-tiba dari belakang langsung menggandeng ku makan di Warteg Bu Mur. Aku yang berjalan pun langsung belok.
Mengikuti Bapak flamboyan ini, yang terkenal sangat pelit sekali saat dipinjami peralatan Laboratorium kalau di bawa keluar gedung. Dulu sering memang aku langganan makan di sini, karena memang menunya beragam, murah, dan higienis. Banyak deretan warung, resto, dan kafe di kantin kampus, masing-masing punya khasnya sendiri. Macam foodcourt hanya saja lebih kecil dan lebih sederhana.
“Hai Dini!”
“Ya ampun Dini!”
“Baru kemarin kita besuk, udah masuk!”