Mohon tunggu...
Hyude Ekowa
Hyude Ekowa Mohon Tunggu... Novelis - Donatur Inspirasi

Penulis sederhana, dengan konsep dinamika dan plot twist yang complicated. Selalu dikritik karena menulis skripsi malah seperti novel. Anehnya, Sekarang, menulis novel dengan latar belakang dan dasar pustaka bak skripsi. Sangat ilmiah. Mengalir dan impressive. -------------------------------------- Penggila kopi, membaca, dan tidur satu ini, mengaku jenius sejak lahir yang selalu rangking satu di sekolah dasar. Namun IQ di atas rata-rata nya harus jongkok ketika ia berada di sekolah lanjutan tingkat pertama. Imaginasi liar yang tertolak dalam realitas logika, dimana masa remaja yang sudah mulai terbangun. Sekolah bagaimanapun juga harus tetap belajar dan disiplin berlatih. Begitu sering terbanting oleh hidup, tp berjuang bangkit lagi. Karena setiap dari 9/10 kita jatuh, dihina, diremehkan, direndahkan, dan tak dianggap, maka yakinlah 1/10-nya adalah akan ada pertolongan Tuhan. -------------------------------- Lahir di Pati. Di sebuah desa tengah perkebunan tebu dan sawah-sawah, di pinggiran hutan kaki gunung, namun tak jauh dari sungai dan lautan. Ia tumbuh dengan kelebihan multipel intelejensi dan kecerdasan yang laduni atau alamiah. Sayangnya, sama sekali tidak expertise dalam hal apapun, Sama sekali. Hanya saja, Semua kawan-kawannya setuju, dia penulis yang pantang menyerah, sangat terampil dalam hal teori, bahasa kasarnya sangat terampil dalam hal alesan. Sekali lagi karena dia pembaca dan pembelajar yang bar-bar. Pencari solusi yang cerdik, ulung, unik, tak terprediksi, dan di luar nalar. Bagi dia, menulis adalah mengukir sejarah. Menulis adalah panggilan Tuhan. Menulis adalah cara berdaya-manfaat untuk sesama. Dan bagi dia, menulis adalah bentuk berjuang untuk rakyat, masyarakat, Bangsa dan Negara. Maaf banyak bualan yang ter-sampaikan dalam biografi saya, karena memang kenyataanya tidak banyak prestasi yang diraih sebagai seorang penulis. Meski demikian, saya sangat mengapresiasi dan berterimakasih sekali teman-teman semua sudah membaca sampai kata terakhir ini. Alhamdulillah, Puji Tuhan. Terimakasih.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Detektif Skenario Kertas Kematian

23 Mei 2021   21:32 Diperbarui: 23 Mei 2021   21:52 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Lo ga mau kan kertas Nimma basah lagi? Bukan cuma basah malah kayaknye! Kalo sampai teman-teman lain ikut ngelemparin lagi. Inget! Lo cuma punya waktu sepuluh menit, Yud..." Ia nyengir.

Aku tersenyum, sedikit menepuk bahunya keras, kepalanya juga. Ia memang teman yang cukup bisa diandalkan, meskipun seringnya menyusahkan. Aku berlari sekuat tenaga menuju gedung atap paling tinggi. Nimma sudah menungguku, aku harap ia masih di sana.

***********************

Tetap saja! Tak ada gunanya analisis teori berhamburan dalam bayangan. Psikologi remaja tak penting di sini. Persamaan-persamaan fisika yang boleh jadi bisa diterapkan tak berarti. Prediksi arah angin sama sekali tak berpengaruh, tak ada angin disini, sepi, sunyi. Transformasi rasi bintang pun tak mampu memberiku petunjuk sedikitpun tentang apa yang harus kulakukan. Karena memang aku tak mampu berkata apa-apa di lantai atap paling ujung gedung ini. Apalagi melangkah, kakiku mati. Begitulah, selalu saja perempuan mempunyai pesonanya sendiri untuk membuat lelaki tak berdaya. Aku beruntung, jantungku masih berdetak, meskipun nafasku naik turun. Karena, seketika itu setelah aku sampai di ujung atap gedung ini, ia menyeka air matanya dan berdiri menatapku. Tampaknya, sejak dari tadi ia berdiri di sana, menatap kosong kedepan, menunggu kehadiranku. Kini, ia berlari memelukku. Memelukku erat sekali, semoga bukan pelukkan yang terakhir. Kertas ini sempurna kukembalikan seperti sedia kala, dan janjiku terpenuhi.

"Terima kasih," bisik Nimma pelan di telingaku.

[Closing Statement: Silakan bagi yang ingin berkomentar untuk kisah ini, masih banyak lanjutan yang saya ragu untuk berbagi. Karena sampai tulisan ini diposting, orang-orang dalam kisah ini memang masih hidup semua sampai sekarang. Juga silakan cek, bahwa pasti ada di salah satu gedung perguruan tinggi di Negeri ini, yang lantai paling atasnya ada yang memang sangat angker sekali.]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun