Mohon tunggu...
Eko Susilo
Eko Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Eko Susilo-menulis apa saja yang penting bermanfaat, baik itu kritisi atau umpan balik atau sanggahan

Saya seorang biasa saja dan menulis mencoba mengungkapkan pikiran , fenomena dan fakta serta peristiwa yang mungkin dapat memberikan manfaat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kabur Normatif: Perspektif Perubahan Nomenklatur Kementerian

22 Oktober 2024   17:22 Diperbarui: 22 Oktober 2024   21:33 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kabur Normatif
Kalau saya perlu ada yang disebut ketentuan peralihan yang mengatur jelas mengenai :
1. Kekuatan hukum
2. Dokumen
3. Jangka waktu.

Dalam beberapa literatur dapat diketahui mengenai ambiguitas, namun kali ini saya akan mengupas dari satu hal terkait dengan Analisis Matland, yang dalam kontek tertentu secara kajian teori dan praktiknya dapat digunakan sebagai suatu cara untuk mencari titik-titik atau poin-pon ambiguitas secara"nilai"dan "makna"yang implementatif.


Mari kita ikuti soal Teori Kabur Normatif :
Teori kabur normatif tidak secara spesifik dikaitkan dengan satu tokoh pencetus atau penemu tertentu, dan istilah tersebut jarang muncul sebagai sebuah teori formal yang memiliki satu pendiri seperti teori-teori besar dalam ilmu sosial. 

Konsep ini sering digunakan dalam konteks studi kebijakan publik dan hukum untuk menjelaskan ambiguitas atau ketidakjelasan dalam aturan atau norma yang dapat menimbulkan interpretasi yang berbeda-beda.
Dalam studi kebijakan publik, salah satu tokoh yang dikenal terkait dengan matrik  ambiguitas adalah Richard Matland melalui analisisnya tentang Ambiguity and Conflict dalam implementasi kebijakan publik.  Matland tidak secara langsung mencetuskan teori "kabur normatif," gagasan tentang bagaimana ambiguitas dalam kebijakan publik dapat mempengaruhi implementasi kebijakan berhubungan erat dengan konsep kabur normatif. Matland tidak berkautan langsung namun inti dari yang dianalisa adalah soal ketepatan. 

Matland memberikan tekanan pada ambiguitas dalam kebijakan dapat menyebabkan konflik dalam pelaksanaan, sebuah dinamika yang bisa kita lihat dalam konteks aturan atau norma yang kabur.  Secara lebih umum, istilah "kabur normatif" sering digunakan oleh peneliti dalam bidang hukum, administrasi publik, atau studi regulasi untuk menggambarkan situasi ketika norma atau regulasi tidak jelas. Tidak jelas dimaksud dalam ketentuan yang memiliki dampak, sifat serta ukuran ketidakjelasan.
Hal ini lebih bersifat deskriptif daripada sebuah teori formal yang diakui secara luas dengan pencetus tunggal. Istilah saya lebih ke bagian dari suatu postulat yang dianggap benar dan dapat diuji ilmiah.

Sudut pandang tentu akan berbeda  point of view (pov) suatu hal dianggap benar adalah menurut siapa meski secara nyata untuk obyek yang sama.
Teori Kabur Normatif merupakan konsep yang digunakan untuk menjelaskan fenomena di mana aturan, norma, atau regulasi dalam suatu sistem memiliki interpretasi yang tidak jelas atau ambigu.

Kririkal poinnya adalah :

1. Kapan berlaku

2. Apa yang dilakukan

3. Hasil darinya

jadi dalam Teori Sistem Input-Proses-Output tentu akan berbeda. Ini soal implementasi suatu norma yang dapat diukur baik rumusannya dan dampaknya.  Ini berarti bahwa meskipun terdapat aturan yang berlaku, penerapannya sering kali tidak pasti atau terbuka untuk berbagai interpretasi yang berbeda. Ketidakjelasan ini dapat menciptakan ketidakpastian di kalangan pelaksana kebijakan, aparat pemerintah, atau masyarakat yang terpengaruh oleh aturan tersebut.

Ciri-Ciri Teori Kabur Normatif
Ambiguitas dalam Penafsiran: Aturan atau norma yang ada tidak secara tegas menyatakan bagaimana sesuatu harus dilakukan, yang memungkinkan adanya interpretasi yang berbeda.
Ketidakpastian dalam Pelaksanaan: Ketidakjelasan dalam regulasi membuat pihak yang bertanggung jawab dalam pelaksanaannya bingung atau ragu tentang bagaimana aturan tersebut harus diterapkan.
Konflik dalam Implementasi: Karena ambiguitas, pihak-pihak yang terlibat (misalnya, pemerintah, swasta, atau masyarakat) mungkin memiliki pemahaman atau kepentingan yang berbeda dalam menerapkan aturan, yang dapat menimbulkan konflik atau kebingungan dalam pelaksanaan.
Ketiadaan Pedoman Teknis yang Jelas: Aturan yang kabur normatif sering kali tidak didukung dengan pedoman teknis atau prosedur operasional yang spesifik, sehingga ruang interpretasi menjadi lebih luas.

Penerapan dalam Konteks Kebijakan Publik

Dalam konteks kebijakan publik, teori kabur normatif sering digunakan untuk menjelaskan ketidakjelasan dalam peraturan atau kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah. 

Sebagai contoh, dalam perubahan nomenklatur kementerian atau penerbitan peraturan baru, mungkin terdapat aturan hukum yang secara eksplisit tidak memberikan panduan terperinci tentang bagaimana aturan itu harus diimplementasikan, sehingga menimbulkan kebingungan di tingkat pelaksana.
Contoh lain yang umum terjadi  adalah kebijakan perubahan kementerian yang baru dibentuk  yang terkadang tidak memiliki panduan operasional yang jelas, sehingga atas ketentuan yang ada misalnya bagaimana, dimana dan ketentuan yang jelas tersebut harus diterjemahkan pada dataran operasioanal terkait :

1. Unsur Organisasi

2. Anggaran

3. Tata Laksana

4. Aset

6. Dokumen.


Contoh Konteks di Indonesia.
Dalam konteks "perubahan nomenklatur kementerian", sebagai contoh, aturan yang menentukan status dokumen produk hukum yang sudah ada sebelum perubahan bisa menjadi kabur. Jika aturan baru tidak secara eksplisit menyebutkan bagaimana status dokumen yang lama akan diakui, maka ketidakjelasan ini menjadi masalah "kabur normatif". Pelaksana kebijakan di kementerian atau lembaga lain mungkin memiliki interpretasi yang berbeda tentang validitas dokumen tersebut, yang dapat mengganggu sistem administrasi publik.


Dampak Teori Kabur Normatif
Efisiensi Berkurang: 

Karena ambiguitas aturan, proses administrasi atau implementasi kebijakan sering kali terhambat atau berjalan tidak efisien.


Inkonistensi dalam Pelaksanaan: 

Pihak-pihak yang berbeda mungkin menafsirkan dan menerapkan aturan secara berbeda, yang menciptakan inkonsistensi dalam layanan atau penegakan hukum.
Penyalahgunaan Kekuasaan: Ruang interpretasi yang terlalu luas dapat membuka peluang untuk penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak-pihak yang memiliki kewenangan dalam menafsirkan aturan.


Resistensi atau Konflik: 

Ketidakpastian dalam aturan dapat menimbulkan resistensi dari pelaksana atau masyarakat yang terkena dampaknya, karena mereka merasa tidak mendapat kejelasan mengenai bagaimana aturan tersebut akan mempengaruhi mereka.


Solusi untuk Mengatasi Kabur Normatif
Untuk mengatasi masalah kabur normatif, perlu dilakukan beberapa langkah, seperti:
Penyusunan Pedoman yang Lebih Jelas : 

perlu membuat panduan teknis yang lebih terperinci untuk mengurangi ambiguitas dalam aturan.
Konsultasi dan Umpan Balik: 

Pelibatan pihak-pihak yang akan melaksanakan atau terkena dampak dari aturan dalam proses penyusunan kebijakan agar mereka dapat memberikan masukan mengenai potensi ambiguitas.
Sosialisasi yang Lebih Baik:

perlu melakukan sosialisasi yang lebih baik tentang bagaimana aturan harus diimplementasikan, dengan memberikan penjelasan yang rinci mengenai aspek-aspek teknis dari aturan tersebut.

Sesuatu yang baru tentu menjadi hal baru dan semangat baru dalam perubahan. Konteksnya adalah tentu beda dari yqng sudah ada lama dan menjadi  dasar dari segala hukum yqng berlaku namun prakteknya berbeda baik dari sisi tekanan maupun pengabaian atau asas pembiaran.

Beda zaman beda alat dan tujuan. Dahulu ketika menyebarkan sesuatu yang sifatnya berdampak menyeluruh karena batasannya adalah negara , dilakukan dengan alasan yang tidak tahu dan tidak menyeluruh dan sentral pada media massa saat itu dan alat telegram. Bahkan dengan menggunakan "selebaran"menggunakan helikopter atau pesawat terbang.

Apakah di masa saat ini? Media pesan di handphone saja dapat digunakan untuk "memberi tahu"akan adanya perubahan?.

Lalau apa ëmergency exitnya", apakah diperlukan "saat dilakukan perubahan?". tentu ada dan bisa dan persoalan rumit menjadi sederhana atau persoalan "kecil "akan menjadi "besar"ketika "diabaikan".

Kesimpulan
Teori Kabur Normatif :iti menggambarkan bagaimana aturan atau kebijakan yang tidak jelas dalm masa peralihan dapat menimbulkan ketidakpastian dalam pelaksanaan, konflik interpretasi, dan inefisiensi administrasi. Dalam sistem administrasi publik, termasuk di Indonesia, fenomena ini dapat terlihat ketika aturan tidak dilengkapi dengan panduan pelaksanaan yang jelas. Oleh karena itu, untuk mencapai tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), penting untuk menciptakan regulasi yang lebih jelas, dengan panduan operasional yang terperinci dan konsisten.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun