Ciri-Ciri Teori Kabur Normatif
Ambiguitas dalam Penafsiran: Aturan atau norma yang ada tidak secara tegas menyatakan bagaimana sesuatu harus dilakukan, yang memungkinkan adanya interpretasi yang berbeda.
Ketidakpastian dalam Pelaksanaan: Ketidakjelasan dalam regulasi membuat pihak yang bertanggung jawab dalam pelaksanaannya bingung atau ragu tentang bagaimana aturan tersebut harus diterapkan.
Konflik dalam Implementasi: Karena ambiguitas, pihak-pihak yang terlibat (misalnya, pemerintah, swasta, atau masyarakat) mungkin memiliki pemahaman atau kepentingan yang berbeda dalam menerapkan aturan, yang dapat menimbulkan konflik atau kebingungan dalam pelaksanaan.
Ketiadaan Pedoman Teknis yang Jelas: Aturan yang kabur normatif sering kali tidak didukung dengan pedoman teknis atau prosedur operasional yang spesifik, sehingga ruang interpretasi menjadi lebih luas.
Penerapan dalam Konteks Kebijakan Publik
Dalam konteks kebijakan publik, teori kabur normatif sering digunakan untuk menjelaskan ketidakjelasan dalam peraturan atau kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah.Â
Sebagai contoh, dalam perubahan nomenklatur kementerian atau penerbitan peraturan baru, mungkin terdapat aturan hukum yang secara eksplisit tidak memberikan panduan terperinci tentang bagaimana aturan itu harus diimplementasikan, sehingga menimbulkan kebingungan di tingkat pelaksana.
Contoh lain yang umum terjadi  adalah kebijakan perubahan kementerian yang baru dibentuk  yang terkadang tidak memiliki panduan operasional yang jelas, sehingga atas ketentuan yang ada misalnya bagaimana, dimana dan ketentuan yang jelas tersebut harus diterjemahkan pada dataran operasioanal terkait :
1. Unsur Organisasi
2. Anggaran
3. Tata Laksana
4. Aset
6. Dokumen.
Contoh Konteks di Indonesia.
Dalam konteks "perubahan nomenklatur kementerian", sebagai contoh, aturan yang menentukan status dokumen produk hukum yang sudah ada sebelum perubahan bisa menjadi kabur. Jika aturan baru tidak secara eksplisit menyebutkan bagaimana status dokumen yang lama akan diakui, maka ketidakjelasan ini menjadi masalah "kabur normatif". Pelaksana kebijakan di kementerian atau lembaga lain mungkin memiliki interpretasi yang berbeda tentang validitas dokumen tersebut, yang dapat mengganggu sistem administrasi publik.
Dampak Teori Kabur Normatif
Efisiensi Berkurang:Â
Karena ambiguitas aturan, proses administrasi atau implementasi kebijakan sering kali terhambat atau berjalan tidak efisien.
Inkonistensi dalam Pelaksanaan:Â