"Aku belum siap nama kalau perempuan", tukas Mei mantap.
"Idih curang", rengek Jane manja.
"Aku merasa rahim kamu hanya untuk anak laki-laki", ujar Mei mantap sambil berimajinasi anaknya akan menjadi orang diperhitungkan di kemudian hari.
"Ya udah lah aku ikut Mas aja", manja Jane sambil menaruh lengannya di dada Mei.
Keduanya pun tak lama kemudian saling mendekap dalam bahagia cinta.
Hari berganti hari, bulan berganti nama Mei dan Jane menjalani kebersamaan yang bahagia. Anak pertama pun telah lahir laki-laki yang melengkapi kebahagiaan mereka. Mei memberikan nama anak itu Ali Akbar Kamali sebagaimana harapannya seperti nama tokoh dunia yang jadi sosok pujaannya.
Sumber kegembiraan bertambah dengan hadirnya bayi montok nan lucu yang menggemaskan. Tembem pipinya, lembut lengannya, harum keringatnya dan bahkan hangat pipisnya semua mendatangkan rasa bahagia.
"Tang, intung, intang, intung..." timang Jane.
"Uyhu...uyhu...ikut papa.." Mei tak tahan ingin membobong juga.
Bahagia mereka dengan kehadiran buah hati namun konsentrasi banyak tersita untuknya. Jane setiap saat terjaga dari tidurnya untuk sekedar meneteki atau mengganti popok basah buah hati kesayangannya.
Demikian pula dengan Mei yang sigap sehari bisa dua tiga kali mencuci popok dan gurita jagoan kecilnya. Jika Akbar rewel malam hari Mei juga tak tinggal diam ikut meredakan tangisannya.
Lebih-lebih jika kebetulan suhu badan Akbar tinggi pasangan papa-mama muda usia itu hanya istirahat sejenak saja. Keduanya selalu siaga di pembaringan antara tidur dan terjaga demi buah cintanya.
"Ma..!, jam berapa ini?" Mei pura-pura tanya waktu pada istrinya yang mulai ia panggil mama.