Mohon tunggu...
Eko S Nurcahyadi
Eko S Nurcahyadi Mohon Tunggu... Akuntan - Penulis, Pegiat Literasi, aktivis GP Ansor

Aktivis di Ormas, Pegiat Literasi, Pendididikan di Pesantren NU, Profesional Muda

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Karya-karya Mbah Wali Kyai Soleh Darat yang Terserak

21 April 2020   16:44 Diperbarui: 22 April 2020   13:26 1335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lathoifut thaharoh wa asrorus sholat foto dokumen pribadi

Kyai Soleh Darat adalah salah satu sosok penting sejarah ulama Nusantara. Masyarakat mengenal namanya karena Kyai Soleh Darat merupakan guru dari RA Kartini, KH Hasyim Asy'ari dan KH Ahmad Dahlan. 

Insyaallah ketiganya adalah jaminan nama-nama yang akan selalu diingat masyarakat dan bangsa Indonesia oleh peran besar mereka dalam sejarah nasional Indonesia. RA Kartini dinobatkan sebagai pahlawan Nasional atas kepeloporannya mendobrak tradisi melahirkan gerakan emansipasi perempuan.

Lalu KH Hasyim Asy'ari sosok ulama multi peran selain dikenal sebagai muassis (pendiri) jam'iyah Nahdlatul Ulama (NU) juga terekam pula arsiteksi nya dalam membentuk identitas serta jati diri bangsa. Perlawanan rakyat Surabaya juga terkonfirmasi atas keampuhan fatwanya yang dikenal sebagai resolusi jihad.

Sedangkan KH Ahmad Dahlan dikenal luas sebagai promotor gerakan modernisasi Islam dengan mendirikan organisasi Muhammadiyah. Saat ini Muhammadiyah diketahui sebagai organisasi sosial kemasyarakatan dengan penguasaan aset yang sangat besar. Performa sosialnya merambah banyak sektor kehidupan masyarakat mulai pendidikan, kesehatan, pelayanan sosial dan lain sebagainya.

Santri Kyai Soleh Darat tentu bukan hanya tiga besar dan fenomenal itu. Masih sederet nama ulama besar Jawa yang berpengaruh hasil didikannya. Hampir semua ulama berpengaruh di pantai utara Jawa pernah mengenyam pendidikan agama dari Kyai Soleh Darat.

Peran unik Kyai Soleh Darat

Foto dokumen pribadi tarjamah Al Hikam
Foto dokumen pribadi tarjamah Al Hikam
Ada peran krusial lain yang tak kalah penting dicatat dan dipublikasikan. Ada sementara peneliti literasi pesantren yang mengungkapkan keputusan visioner Kyai Soleh Darat dalam produktivitas karya tulisannya berwujud kitab-kitab klasik berbahasa Jawa.

Diperkirakan ada puluhan hingga ratusan naskah dan risalah (kitab kecil)  yang ditulis Kyai Soleh Darat. Ada juga naskah kitab tafsir dengan ketebalan mencapai lebih dari 500 halaman. Kebanyakan kitab-kitab itu merupakan penulisan ulang beserta ulasan bernas dari kitab-kitab klasik yang ditulis oleh para ulama salaf di Timur Tengah.

Hal itu terkonfirmasi melalui penuturan dhuriyah (ahli waris) yang penulis kenal memang kitab-kitab tulisan Kyai Soleh Darat semua dengan pengantar bahasa Jawa khas pesantren. Dari daftar karyanya yang berhasil terkumpul berpuluh judul. Penulis sendiri mengoleksi beberapa judul kitab karya Kyai Soleh Darat setelah dicetak ulang oleh penerbit kitab ternama di kota Semarang. 

Dari uraiannya terasa bobot dan karomahnya sebagai ulama paripurna. Meskipun dengan bahasa lokal sama sekali tidak mengurangi mutu dan substansi materi kitab aslinya. Penjelasan lengkap setiap pokok permasalahan selalu mendalam dan memberi sudut pandang baru dan komplit meliputi aspek syari'at (hukum formal), haqiqat (aspek esoteris) dan maslahat al ammah (harmoni sosial).

 Untuk kurun waktu awal abad 20 atau awal tahun 1900-an bahasa yang dipilih tergolong bahasa kromo madyo cenderung ngoko. Sehingga mudah dicerna dan diterima masyarakat umum.

Pilihan itu tergolong terobosan taktis dan bermakna strategis untuk hasil dakwah jangka panjang. Harap diketahui bahwa para kyai dan ulama produk pendidikan pesantren menjadi kelompok elit minoritas berpengaruh dengan spesialisasi dalam pemahaman agama dan ketinggiannya dalam akhlak (budi pekerti) serta dianggap mempunyai kelebihan dalam aspek batiniyah.

Pemahaman agama dan tuntutan akhlak mereka diperoleh dengan mengambil referensi kitab-kitab klasik produk para ulama salaf dari Timur Tengah. Untuk dapat mengakses secara sempurna kandungan ilmunya tentu memerlukan proses penguasaan kaidah gramatika bahasa Arab melalui ilmu nahwu dan sorof. 

Setidaknya para santri yang ingin mumtaz pendidikan dasarnya harus hafal dan paham kitab juru miyah - tasrif kemudian imritiy  beserta kitab-kitab pendukungnya. Lalu yang paling fenomenal hafal 1000 bait kitab alfiyah. Setelah itu baru mengikuti kajian puluhan hingga ratusan kitab fiqih, aqidah, akhlaq, tasawuf dan lain-lain.

Melihat tahapan yan begitu berat tidak semua santri pondok pesantren bisa melewati tahapan proses dengan baik. Sehingga kehadiran kitab-kitab klasik berbahasa lokal menjadi penting. Kedalaman dan keluasan pemahaman agama tak akan tersebar luas tanpa perantara referensi bermutu dengan bahasa setempat.

Peran Penting Kyai Soleh Darat

Kitab Munjiyat metik dari Ihya Ulumuddin foto dokumen pribadi
Kitab Munjiyat metik dari Ihya Ulumuddin foto dokumen pribadi
Umat Islam Nusantara harus bersyukur dan berterima kasih kepada Kyai Soleh Darat. Hadirnya kitab-kitab berbahasa Jawa memudahkan para kyai kampung mendalami dan meluaskan pemahaman standar ubudiyah (ibadah), adab (perilaku), aqidah (keimanan). 

Berbekal pengetahuan yang dalam serta pengalaman yang luas memudahkannya untuk mendakwahkan kepada masyarakat umum. Boleh jadi meratanya praktik peribadatan ala pesantren di wilayah Jawa bagian tengah dan timur saat ini berkat beredarnya kitab-kitab karya Kyai Soleh Darat melalui perantara para kyai kampung.

Kehadiran risalah dan naskah tulisan tangan Kyai Soleh Darat sampai batas tertentu telah turut mendamaikan perselisihan klasik antar kelompok yang dipicu perbedaan intensitas pelaksanaan ketaatan formal. Konflik laten itu sendiri sebenarnya berakar panjang dalam sejarah yang terkait banyak aspek meliputi seting politik, kepentingan ekonomi dan terutama pengelompokan sosiologis. 

Jika dirunut dari sejarah masa lalu eksistensi golongan besar masyarakat asli yang sudah mapan dengan fondasi sistem kepercayaan lama mulai terusik kehadiran para tokoh penyiar agama baru di penghujung kekuasaan imperium Majapahit. 

Diliputi rasa bangga dengan kontruksi peradaban besar dan budaya adiluhung yang ditopang ajaran keimanan pribumi melahirkan resistensi besar yang diakibatkan oleh berhasil masuknya beberapa aktor kunci penyebar agama baru (orang islam menyebutnya: para wali) ke dalam lingkungan istana raja.

Letupan-letupan skala kecil maupun besar secara sporadis tentu terjadi walaupun tercatat dalam sejarah dakwah yang dilakukan oleh para penyiar agama islam dilakukan secara damai. 

Pilihan cara damai oleh para wali dalam menyiarkan agama islam sebenarnya sangat tepat karena dengan cara itu bangunan tradisi dan budaya serta struktur soiologis masyarakat asli tetap terawat dengan baik. Bahwa kemudian terjadi clash lebih banyak disebabkan oleh faktor politik.

Proses islamisasi Jawa memang terus berjalan dan berkembang secara gradual dan tampak indah pada era itu. Sesekali memang terinterupsi oleh hasrat kekuasaan segolongan wali yang kasat mata dengan membidani lahirnya kesultanan Demak Bintoro yang bercorak formalistik. 

Tetapi tak lama kemudian islamisasi tanah Jawa kembali ke jalur kultural setelah jatuhnya tahta Demak ke tangan Hadiwijaya dan memindahkannya ke Pajang yang bercorak islam kejawen. 

Kemudian jalur kultural semakin kencang dengan tersingkirnya Hadiwijaya (Jaka Tingkir) dari istana Pajang oleh serbuan Panembahan Senopati yang kemudian mendirikan kesultanan Mataram Islam.

Terusir dari pusat kekuasaan Jaka Tingkir memilih menjadi pelayan umat di pantai utara Jawa mengembangkan dakwah kultural sebagai pengimbang kebijakan agama sarat muatan politik kraton. Dari situ Jaka Tingkir mengukuhkan dirinya sebagai ronggak kedua islam kultural setelah wali sanga (wali sembilan).

 Eksistensi islam kultural yang damai terus mengalami perkembangan luas dan mengakar pada tumbuhnya jaringan pesantren-pesantren besar Jawa yang di bagian timur hampir semua didirikan oleh anak turun Hadiwijaya yang juga mempunyai nama lain Sayid Abdurahman. Sampai berbilang abad dasar-dasar islam kultural tetap terpelihara melalui jaringan ulama pesantren hingga menemui kemapanannya sendiri (status quo).

Eksklusivitas kemudian terjadi lalu membentuk golongan santri (putihan) yang meninggalkan golongan besar masyarakat luas yang secara nominal memeluk agama islam. Tetapi golongan terakhir ini tertinggal mengikuti  graduasi pelaksanaan peribadatan cara pesantren. 

Perbedaan ini tentu saja juga mempengaruhi cara pandangnya di banyak aspek sehingga memenuhi syarat terbentuknya golongan tersendiri. Ketegangan pun acapkali terjadi di sepanjang sejarah sosial pada era itu.

Sampai pada suatu masa lahir dan besar sosok pendamai Mbah Wali Kyai Soleh Darat. Melalui berbagai inovasi pemikiran di bidang dakwah yang keluar dari pakem tradisi pesantren salaf termasuk keputusannya menulis terjemahan kitab suci al-quran atas permintaan RA Kartini. 

Tentu saja dengan bahasa Jawa. Inklusivitas pemikiran teologisnya juga kentara pada kutipan di buku Islam Doktrin dan Peradaban karya Dr. Nurcholis Madjid yang tahun 1992 terbitan Yayasan Wakaf Paramadina.

Setelah itu seolah menjadi takdirnya untuk memenuhi panggilan tugas menulis ulang aneka ragam kitab klasik dengan bahasa Jawa. Keputusan besar ini selain keberhasilan lainnya dalam mendidik santri-santrinya yang banyak menjadi ulama besar di tanah Jawa mengantarkannya pada posisi tonggak ketiga islam kultural yang oleh para ulama kontemporer di sebut Islam Nusantara.

Menjadi tugas kita semua mengumpulkan kembali naskah-naskah karya Kyai Soleh Darat yang terserak di segenap penjuru Nusantara. 

Selamat menunaikan ibadah puasa Ramadhan. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun