Mohon tunggu...
Eko Marini
Eko Marini Mohon Tunggu... Lainnya - ASN

Belajar menulis dan berkarya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lebaran yang Dirindukan

13 Juni 2020   12:45 Diperbarui: 13 Juni 2020   12:43 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Biasanya ruang tamu riuh gaduh suara cucu-cucunya bermain kejar-kejaran. Kakak-kakakku sibuk menata kue-kue lebaran di meja. Beberapa minuman disiapkan jika ada tamu atau saudara yang datang. Beberapa camilan khas Depok, Jakarta, dan solo juga ada di meja tersendiri. Biasanya akan ludes diserbu duluan.

Acara sungkeman akan dimulai dari mas Wahyu, Mbak Linda, mas Ade baru kemudian aku. Proses yang hikmat terjadi saat kami saling memaafkan. Adakalanya pipi kami basah oleh air mata. Bahagia, haru, sedih, dan terasa sekali makna maaf-memaafkan ini bagi kami. Terutama saat sungkem kepada ibu. Semua pasti menitikkan air mata.

Ketika sampai pada giliran cucu-cucunya barulah senyum akan kembali mereka. Bahasa yang digunakan anak-anak kepada kakung dan uti sangat polos. Hal itu membuat kami gemes dan sampai tertawa. Usai itu kami saling bersalam-salaman lalu berfoto bersama. Momen saat foto bersama inilah yang sangat mengesankan. Berbagai pose kami abadikan. Penuh canda tawa dan kebahagiaan. Bapak dan ibu tentu sangat bahagia melihat anak cucunya berkumpul bersama dalam tawa.

Kali ini, lebaran tahun ini, hanya aku yang melakukan sungkeman secara langsung kepada bapak dan ibu. Selesai makan aku bergegas menuju ruang tamu. Kuhampiri bapak dan ibu yang sudah usai bermaaf-maafan. Ibu yang paling pertama memohon maaf kepada bapak. Entah apa yang disampaikan ibu kepada bapak, kulihat air mata bapak mengalir membasahi pipi. Lalu mereka berdua saling berpelukan tanda memaafkan.

"Buk, kulo ngaturaken sugeng riyadi, nyuwun pangapunten sedoyo lepat kulo. Lan nyuwun donga pangestunipun Ibuk geh. (Ibu, saya mengucapkan selamat idulfitri, mohon maaf semua kesalahan saya. Dan mohon doa restu Ibu ya."

Aku pun mencium tangan ibu, memeluknya sembari sembab mataku tak kuasa menahan tangis. Aku teringat kesalahan-kesalahanku sama ibu. Usai dengan ibu aku pun melakukan sungkem pada bapak. Ucapan yang sama kutujukan kepada bapak. Beliau kali ini tidak banyak berkata. Mungkin dalam diamnya ada sejuta doa yang terpanjatkan. Usai itu lalu kami saling pandang.

Ada kelu di dada. Ada rasa perih menyayat. Rindu mencekam seolah menghunus ulu hati ini. Kami rindu lebaran-lebaran yang telah lalu. Kami rindu keriuhan saat usai sungkeman.

"Ya, sepi sekali Nduk. Bapak rindu anak cucu. Rindu kenangan lebaran tahun lalu."

Akhirnya kata-kata itu terucap dari bapak. Laki-laki yang paling kukagumi kebijaksanaan dan ketegasannya berucap tentang rindu. Tak pernah sekali pun bapak mengeluh atau mengungkapkan perasaannya. Mungkin rasa rindu yang ditahannya sudah membuncah.

Kulihat ibu pun gundah gulana. Mungkin ia juga sama rindunya dengan suasana lebaran bersama anak dan cucu-cucunya. Semua kakak-kakakku mengirimkan berbagai paket lebaran untuk bapak dan ibu. Semua barang hanya dibuka dan disimpan begitu saja oleh ibu.

Saat ini mungkin ada hikmah yang ingin disampaikan Allah melalui korona. Berbagai hal yang sudah mengakar sebagai tradisi akhirnya tumbang. Ritual halalbihalal sirna. Acara reuni atau pun silaturahmi keluarga ditiadakan. Berbagai tempat wisata atau mall juga ditutup sementara. Semua aktivitas dilakukan dari rumah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun