Sampai-sampai mereka akhirnya harus belajar membuat server side scripting sendiri, menggunakan bahasa Python. Padahal kalau kita mau menggunakan Server Side Scripting saja, kan sudah tersedia to? Ada PHP. Ada Javascript/Typescript. Ada Go Lang dsb.
Lalu apakah yang mereka pelajari itu digunakan dalam membangun platform aplikasinya? TIDAK! Mereka tetap menggunakan server side scripting yang sudah ada, yaitu Javascript/Typescript yang dijalankan di web server NodeJS. Inilah PRANK Babak Pertama.
PRANK Babak Kedua.
Bulan November 2021, mereka akhirnya mempelajar desain sistem, atau biasa kita kenal dengan istilah PRODUCT OWNER. Tentu saya menggunakan sistem manajemen AGILE SCRUM untuk memaksimalkan pekerjaan mereka.
Tim Wlijo, saya suruh mendesain sistem platform-nya sekelas Point of Sale (POS). Apa itu POS? Kalau anda pernah belanja ke Indomart/Alfamart atau ke supermarket, maka aplikasi yang digunakan kasirnya itulah yang disebut Point of Sale.Â
Masih ada juga modul untuk bagian gudang, bagian keuangan dsb. Rumit kan? Apakah pedagang sayur keliling menggunakan aplikasi serumit Point of Sale itu tadi? JELAS TIDAK!
Tim Kriyator dan tim Kudhung juga sama. Mereka saya suruh mendesain sistem toko online-nya sekelas E-Commerce. Sudah tahu E-Commerce kan? Itu lho platform sejenis Shopee, Toko Pedia, Lazada dsb.Â
Pertanyaannya, apakah pengusaha UMKM membutuhkan platform sekelas Shopee, TokPed dsb untuk dijalankan di perusahaan kecilnya? JELAS TIDAK BUTUH!
Inilah PRANK babak kedua. Sudah selesaikah prank-nya? BELUM.
PRANK Babak Tiga.
Setelah anak-anak mahasiswa kelelahan membangun sistem yang serumit itu, dan mereka akhirnya tidak mempunyai cukup waktu untuk menyelesaikan semua fiturnya, apa jawaban saya untuk mereka?