Mohon tunggu...
Eko Heri Susanto
Eko Heri Susanto Mohon Tunggu... Dosen - Praktisi Ilmu Komputer Bidang Rekayasa Perangkat Lunak

Mengenal pemrograman komputer sejak tahun 1997 dan sampai saat ini masih menekuni bidang rekayasa perangkat lunak terutama pemrograman web, basisdata dan pemrograman mobile.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dalam Konteks Pendidikan, Terkadang nge-"Prank" Mahasiswa itu Perlu!

12 Januari 2022   09:31 Diperbarui: 12 Januari 2022   11:46 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Cerita awalnya begini. Di kampus, memang saya diberi amanah untuk memegang Inkubator Bisnis (InBis). Apa itu InBis? adalah lembaga semi otonom yang bertugas menggembleng mahasiswa yang ingin menginisiasi perusahaan rintisan atau lebih dikenal dengan istilah StartUp.

Kebetulan kampus tempat saya mengabdi, jurusannya adalah Ilmu Komputer, dimana salah satu program study-nya adalah Rekayasa Perangkat Lunak (RPL) atau istilah Inggrisnya Software Engineering. Makanya tidak heran, jika arah StartUp yang dikembangkan anak-anak mahasiswanya juga tidak jauh-jauh dari StartUp Digital.

Di semester ini, kebetulan ada 3 tim startup yang saya bina yaitu :

1. Tim Wlijo yang ide startup-nya adalah membangun platform aplikasi (software) yang digunakan untuk membantu jualan para pedagang sayur keliling.

2. Tim Kriyathor yang ide startup-nya adalah membangun platform toko online yang digunakan untuk membantu jualan para pengusaha UMKM, khususnya UMKM handycraft (kerajinan).

3. Tim Kudhung yang ide startup-nya adalah membangun platform toko online yang digunakan untuk membantu jualan para pengusaha pakaian muslim (jilbab, gamis dsb).

PRANK Babak Pertama.

Para mahasiswa ini saya gembleng mulai bulan Agustus tahun 2021 kemarin, sampai januari 2022 saat ini. Waktu itu mereka saya upgrade dulu skill-nya, karena mayoritas dari mereka lemah sekali kemampuan bahasa pemrograman (coding)-nya. Kok bisa lemah? Karena dampak dari pandemi covid 19 dua tahun ini. Gara-gara kuliah online (daring), maka skill mereka nyaris NOL. Nggak ngerti apa-apa, walaupun posisi sudah disemester akhir.

Tidak tanggung-tanggung, 1 bulan diawal (September 2021), mereka saya bekali ilmu yang sangat rumit menurut versinya programmer. Apa itu? Bahasa pemrograman tingkat rendah atau ASSEMBLER dan bahasa tingkat menengah yaitu BAHASA C. Pasti semua programmer sudah sangat paham, bahwa kedua bahasa ini sangatlah rumit. 

Apalagi assembler yang jelas-jelas instruksinya itu langsung menyentuh instruksi ke processor, memory dan interrupt controller. Jadi instruksinya langsung ke kode mesin. Materi pembelajaran bahasa assembler dan bahasa C, saya unggah di channel Youtube saya ini.

Dibulan yang kedua (oktober 2021), mereka saya bekali dengan ilmu komunikasi data internet. Mereka harus belajar standar TCP/IP. Belajar Request For Comments (RFC). Belajar standard World Wide Web (web server dan web browser). Sampai bisa membuat web server sendiri. Istilahnya adalah "build web server from scratch", menggunakan bahasa pemrograman Python. Materi pembelajaran bagian ini, saya unggak di channel Youtube saya ini.

Sampai-sampai mereka akhirnya harus belajar membuat server side scripting sendiri, menggunakan bahasa Python. Padahal kalau kita mau menggunakan Server Side Scripting saja, kan sudah tersedia to? Ada PHP. Ada Javascript/Typescript. Ada Go Lang dsb.

Lalu apakah yang mereka pelajari itu digunakan dalam membangun platform aplikasinya? TIDAK! Mereka tetap menggunakan server side scripting yang sudah ada, yaitu Javascript/Typescript yang dijalankan di web server NodeJS. Inilah PRANK Babak Pertama.

PRANK Babak Kedua.

Bulan November 2021, mereka akhirnya mempelajar desain sistem, atau biasa kita kenal dengan istilah PRODUCT OWNER. Tentu saya menggunakan sistem manajemen AGILE SCRUM untuk memaksimalkan pekerjaan mereka.

Tim Wlijo, saya suruh mendesain sistem platform-nya sekelas Point of Sale (POS). Apa itu POS? Kalau anda pernah belanja ke Indomart/Alfamart atau ke supermarket, maka aplikasi yang digunakan kasirnya itulah yang disebut Point of Sale. 

Masih ada juga modul untuk bagian gudang, bagian keuangan dsb. Rumit kan? Apakah pedagang sayur keliling menggunakan aplikasi serumit Point of Sale itu tadi? JELAS TIDAK!

Tim Kriyator dan tim Kudhung juga sama. Mereka saya suruh mendesain sistem toko online-nya sekelas E-Commerce. Sudah tahu E-Commerce kan? Itu lho platform sejenis Shopee, Toko Pedia, Lazada dsb. 

Pertanyaannya, apakah pengusaha UMKM membutuhkan platform sekelas Shopee, TokPed dsb untuk dijalankan di perusahaan kecilnya? JELAS TIDAK BUTUH!

Inilah PRANK babak kedua. Sudah selesaikah prank-nya? BELUM.

PRANK Babak Tiga.

Setelah anak-anak mahasiswa kelelahan membangun sistem yang serumit itu, dan mereka akhirnya tidak mempunyai cukup waktu untuk menyelesaikan semua fiturnya, apa jawaban saya untuk mereka?

"Sadar nggak sih? kalau kalian selama 3 bulan ini saya PRANK?"

"Sistem yang kalian bangun ini bukan kelasnya MINIMUM VIABLE PRODUCT lagi. Tapi ini adalah MASTER PLAN produk bisnis besar kalian."

"Berapa lama mengerjakan sistem sesuai dengan master plan ini? Mungkin 3 sampai 5 tahun kedepan. Tidak mungkin kamu selesaikan dalam waktu 3 bulan". Kata saya sambil tertawa terpingkal-pingkal.

Makanya sejak awal Desember 2021 kemarin, pengerjaan sistem sesuai dengan master plan itu dihentikan sampai level mock up saja. Yang penting mockup frontend-nya ada, mockup backend-nya ada, dan datanya sampai level spesifikasi JSON (Javascript Object Notation) saja sudah cukup.

Kapan sistem yang sesuai master plan itu dikerjakan? Ya nanti setelah mereka lulus kuliah to? Setidaknya kalau mereka memang serius mau melanjutkna startup-nya, maka master plan-nya itu bisa dilanjutkan.

Lalu apa yang dikerjakan anak-anak itu di bulan Desember 2021?

Tim Wlijo harusnya bikin aplikasi yang sederhana saja. Cukup bikin modul "rencana kulakaan" sama modul "jualan sayurnya" saja. Tidak perlu sampai bikin modul purchase requisition, purchase order, stock opname, material ready to sale, cashier system, journal accounting, general ledger, dsb. Itu sistem sekelas perusahaan besar. Pedagang sayur keliling nggak butuh itu semua.

Pun begitu untuk tim Kriyator. Platform yang dibutuhkan itu hanyalah tampilan website yang menarik, data barang yang ada di toko online-nya bisa ngambil data (scrape) ke e-commerce yang sudah ada saja, Itu sudah cukup. Misal, ada penguasaha UMKM yang terbiasa jualan produk-nya di Shopee, TokPed dsb. Maka data-data yang ada di market place itu, tinggal di-scrape (diambil), lalu tampilkan di Toko Online-nya saja. Selesai to?

Seminggu juga bisa kok bikin program kayak begini, apalagi contoh program data scraping sudah banyak sekali. Tinggal copy-paste, modifikasi dikit,jadi deh.

Ternyata memang benar. Anak-anak hanya dalam kurun waktu 1 saja, untuk menyelesaikan platform Minimum Viable Product (MVP)-nya. Contoh yang sudah di-online-kan adalah ini https://kriyathor.com. 

Ternyata apa? Pengusaha UMKM itu, platform yang benar-benar dibutuhkan ya yang seperti MVP-nya Kriyator ini. Mereka sangat butuh aplikasi Toko Online. Tapi bukan aplikasi toko online sekelas Shopee dan kawan-kawan.

Mereka sudah terbiasa jualan di market place, tetapi mereka butuh datanya juga tampil di website toko online-nya. Hanya gimana caranya, data di website toko onlinenya itu tidak harus ngisi lagi mulai dari awal. Cukup meng-copy data secara otomatis saja dari market place yang sudah ada. Itu saja kebutuhan mereka to?

Lha ternyata anak-anak startup, bisa membangun website toko online seperti apa yang diinginkan para pengusaha UMKM itu. Berapa lama membangunnya? Paling hanya seminggu atau bahkan kurang. Cepat to? Seandainya mereka tidak diribetkan dengan tugas tambahan membuat laporan kegiatan, mungkin dua hari juga selesai.

Kenapa kok mereka bisa cepat? Gara-gara mereka saya PRANK berjilid-jilid itu tadi. Coba kalau dari awal mereka tidak saya PRANK. Mungkin kemampuan mereka ya hanya ala kadarnya saja to? Mungkin mereka hanya bisa bikin tampilan website yang menarik dan hanya bisa membuat data scraping yang programnya nyomot dari contoh-contoh yang sudah ada saja.

Mungkin nggak? mereka mampu menguasai kode mesin kalau teknik mendidik saya hanya mengajarkan bikin Minimum Viable Product saja? Nggak mungkin kan?

Mungkin nggak? mereka paham standard TCP/IP, standard World Wide Web kalau mereka cuman saya ajari bikin HTML sederhana saja?

Mungkin nggak? mereka menguasai product owner yang kompleks kalau mereka hanya saya ajari bikin desain sistem sederhana? ITU SEMUA TIDAK MUNGKIN!

Padahal materi-materi yang saya "PRANK"-kan ke mereka itu sebenarnya adalah materi-materi INTI dari teknologi komputer. Materi "RUH"-nya bahasa pemrograman dan product owner. Ketika mereka menguasai materi-materi yang dalam tanda kutip saya "PRANK" itu, maka semua teknologi komputer sebenarnya mereka kuasai. Mau teknologi berubah seperti apa, tidak masalah.

Ibarat orang bisa mengendarai motor Vespa, otomatis semua merk dan jenis sepeda motor bisa mereka kendarai to? Lhawong motor yang pakai persneleng, kopling dan rem-nya ribet saja bisa kok, apalagi cuman mengendarai motor matic. Kecil lah...

Itu baru bahasa pemrogramannya atau coding-nya. Belum insting bisnisnya. Gara-gara mereka terbiasa mengerjakan sistem yang kompleks, maka mereka akhirnya paham celah-celah bisnis yang bisa menghasilkan uang besar, dengan memanfaatkan tools (peralatan) yang sederhana.

Jadi kalau di dunia digital itu, filosofinya begini. "DIBALIK SESUATU YANG SEDERHANA, ITU TERSIMPAN SESUATU YANG RUMIT". Filosofinya seperti itu. Nah makanya untuk menemukan sesuatu yang sederhana itu, saya sengaja nge-"PRANK" mereka selama satu semester ini.

Bulan Februari 2022 nanti, anak-anak sudah bisa dipastikan LULUS KULIAH. Dan saya saat ini sudah merasa sangat tenang dan bahagia sekali, karena saya berhasil menanamkan ilmu yang Insya Allah sangat berguna bagi mereka kelak dikemudian hari.

Saya sangat tenang, karena saya bisa melepas generasi muda yang SIAP KERJA. Generasi muda yang punya modal GROWTH MINDSET, atau pola pikir yang terus tumbuh dan berkembang. Generasi muda yang siap untuk LONG LIFE LEARNING atau belajar sepanjang hayat.

Sampai disini, saya dengan bangga menyatakan SAYA BERHASIL. Tinggal menunggu mahasiswa angkatan-angkatan selanjutnya untuk saya "PRANK" lagi, untuk kesekian kalinya...haha...Enaknya jadi dosen itu ketika bisa nge-"PRANK" mahasiswa sak enak udele dhewe...haha...

Selama PRANK-nya itu positif dan tidak mem-BULLY, masalahnya dimana? Nggak ada kan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun