"Karena matamu yang suka jelalatan dan sering melototi dadaku, pantatku yang kamu bilang mirip tempayan, semua lekuk tubuhku. Aku pikir, daripada aku terus menambah dosamu dan lelaki lain, lebih baik aku tutupi dengan setelan serba panjang. Sambil belajar juga jadi perempuan baik. Dan sudah sepantasnya aku berterimakasih..."
Aku melongo mendengarkan perkataan Zubaidah. Aku tak lagi bisa berkata.
"Sebetulnya, laki-laki itu bergantung pada perempuan. Itulah hakikatnya. Setidaknya dosa laki-laki akan berkurang kalau semua perempuan menjaga penampilan." sambung Zubaidah.
Kupikir betul apa yang Zubaidah katakan. Bisa dibayangkan, jika di kota ini semua perempuan muslim bersetelan seperti Zubaidah, ini seperti pemandangan di pesantren. Kota ini jadi kota santri. Melihat setelan Zubaidah, aku teringat perkataan orangtua Anita yang telah memintaku untuk membuat dirinya berhijab. Sudah hampir setengah tahun aku mengiyakan permintaan orangtuanya. Namun sudah selama ini aku belum ngobrol dengan Anita. Mungkin hari Minggu nanti, saat jalan berdua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H