Mohon tunggu...
Eko Fangohoy
Eko Fangohoy Mohon Tunggu... Editor - Belajar filsafat di UGM, Yogyakarta. Suka membaca, menulis, menyunting naskah, bikin meme, dan, dulu (waktu aplikasinya masih populer), suka mengotak-atik actionscript animasi flash...

Belajar filsafat di UGM, Yogyakarta. Suka membaca, menulis, menyunting naskah, bikin meme, dan, dulu (waktu aplikasinya masih populer), suka mengotak-atik actionscript animasi flash...

Selanjutnya

Tutup

Politik

WikiLeaks: Mengapa Pemimpin Perlu Transparan

15 Desember 2010   01:23 Diperbarui: 4 April 2017   17:28 690
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekali lagi, Hayden, sang direktur CIA, mengutarakan hal sebaliknya. Ia tidak ingin memberikan kesempatan kepada pihak mana pun mengisi ruang kosong yang ditinggalkan karena sikap tidak transparan. Ruang kosong itu justru dapat menjadi arena gosip yang dipakai untuk memfitnah organisasinya, dan yang pada gilirannya akan menggerogoti organisasinya perlahan-lahan. Kekosongan transpransi justru membuahkan ketidakpercayaan publik.

Dalam konteks ini, kita juga dapat mengapresiasi sikap Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, yang justru mengundang Refly Harun untuk langsung memimpin tim investigasi terhadap dugaan atau gosip yang beredar mengenai adanya suap di tubuh MK. Mahfud bisa saja merasa malu dan berusaha mendiskreditkan Refly Harun atau siapa saja yang dianggap menjelekkan citra MK. Namun, ia memilih untuk memperkuat institusi MK dengan cara mengundang pihak luar menginvestigasi institusi yang dipimpinnya ini. Ia bahkan menyatakan siap mundur. "Jika ada hakim MK yang terbukti melakukan itu (suap atau memeras) menurut tim Investigasi Internal MK, Ketua MK akan mundur," ujarnya (Kompas, 9/12/2010). Tentunya, upaya untuk bersikap transparan dipilih Mahfud dengan harapan agar institusi MK akan tetap selalu bersih dan memiliki kredibilitas yang tinggi di mata masyarakat. Justru transparansi itulah yang membuat institusi MK dapat menjadi salah satu lembaga negara yang dapat diandalkan (walaupun perkembangan kemudian-rencana melaporkan Refly Harun-seolah-olah memperlihatkan kecenderungan sebaliknya).

Apa yang diperlihatkan oleh Hayden, Mahfud MD, dan, dalam batasan tertentu, WikiLeaks, adalah bahwa bersikap transparan tidak harus dihindari. Justru sikap transparan membawa suatu organisasi semakin kuat, meningkat kredibilitasnya, serta dalam kasus tertentu dapat "menyelamatkan" banyak orang. Tentu tidak semua hal perlu dibuat transparan, tetapi semua hal yang perlu diketahui oleh orang banyak-apalagi demi kepentingan orang banyak-perlu dibuat transparan agar orang banyak itulah, sebagai salah satu pemangku kepentingan (stakeholders), dapat menilai, mengkritik, dan mengambil manfaat atau pelajaran dari situ. Selain itu, keberanian suatu organisasi untuk bersikap transparan tentang dirinya sendiri, termasuk untuk informasi yang buruk sekalipun, justru memperlihatkan bahwa organisasi itu percaya diri, jujur, dan berani berubah ke arah yang lebih baik. Oleh karena itu, kepada para pejabat publik, bersikaplah transparan. Jangan sampai menunggu WikiLeaks membocorkan "rahasia memalukan" Anda di internet!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun