Menilik kondisi yang berkembang saat ini, kekuatan politik milenial seorang Gibran saat ini memang di atas angin. Ada lima hal yang melandasi kekuatan tersebut.
Pertama, hampir semua partai politik yang memiliki kursi di DPRD Solo (kecuali PKS yang belum memutuskan) sudah memberikan dukungan kepada Gibran.
Padahal dengan dukungan loyalis dan grass root PDI Perjuangan Kota Solo saja (yang memiliki 30 kursi di DPRD), rasanya jalan Giran menduduki Solo 1 tidak akan banyak menemui kendala. Terlebih Kota Solo memang dikenal sebagai kandang banteng yang dikenal sangat loyal. Hal itu menunjukkan betapa kuatnya posisi Gibran saat ini.
Kedua, berdasarkan data KPU Kota Surakarta yang pernah disampaikan Nurul Sutarti (Ketua KPU Solo) dalam sebuah forum diskusi pada Maret 2019, bahwa sekitar 40 persen warga Kota Solo yang sudah mempunyai hak pilih adalah generasi milenial.
Potensi tersebut setidaknya sudah diserap oleh Gibran dengan daya tariknya melalui bisnis yang selama ini dikenal sangat milenal dan menjadi harapan baru bagi tumbuhnya perekonomian di Kota Solo. "Aksi berani" Gibran mendobrak tatanan dalam mekanisme pendaftaran bakal calon pemimpin daerah di lingkup PDI Perjuangan, juga diapresiasi generasi milenial (terlepas dari statusnya sebagai anak Presiden).
Ketiga, sosok muda memang diharapkan muncul dalam perhelatan Pilkada sebagai pendobrak kondisi politik yang cenderung stagnan. Para elite politik dipandang masih sibuk dengan urusan rumah tangga partainya sendiri tinimbang kepentingan rakyat banyak.
Gibran sebagai generasi milenial, diharapkan memiliki cara berpikir yang berbeda. Menyimak pernyataan Gibran jelang pendaftaran sebagai bakal calon Walikota Solo menunjukkan sosok yang visioner. Cita-citanya agar Kota Solo melompat lebih maju mengindikasikan bahwa Gibran memahami apa yang harus dikerjakannya bila akhirnya terpilih menjadi walikota. Dengan pengalamannya dalam memperkenalkan produk bisnisnya, rasanya tidak sulit bagi Gibran untuk memperkenalkan potensi Kota Solo ke segmentasi internasional.
Keempat, sebagai generasi yang belum memiliki hutang politik masa lalu, rasanya Gibran akan mudah mengekspresikan dirinya untuk mewujudkan Kota Solo yang lebih maju. Hutang politik inilah yang kadang menjadi penyandera dalam penyelenggaraan aktivitas politik.
Sebagai generasi milenial yang umumnya lebih familiar dengan perkembangan teknologi, rasanya Gibran juga akan lebih adaptif dalam membuat kebijakan nantinya.
Kelima, tampaknya para senior partai mulai memikirkan strategi untuk mengoptimalkan dukungan suara generasi milenial dengan cara menunjuk para pemimpin muda dari internal partai tersebut sebagai magnet. Pada kenyataanya langkah tersebut dinilai cukup berhasil seperti halnya keterpilihan para pemimpin negara yang sudah disebutkan sebelumnya.
Keputusan DPP PDI Perjuangan yang akhirnya memberi rekomendasi pada Gibran (yang tidak mengikuti mekanisme pendaftaran dari DPC), menunjukkan adanya upaya partai untuk melakukan rejuvenasi secara cepat. Rejuvenasi tidak hanya menyangkut aspek pola pikir namun juga proses rekrutmen calon pemimpin