Sejak 2016, saya banyak terlibat langsung dalam sebuah progres berbasis swadaya masyarakat bertajuk Destinasi Kampung Tematik di Kota Malang.Â
Di Kampoeng Sedjarah Kelurahan Sumbersari Kota Malang, saya menjadi salah satu co founder Penggagas Museum Reenactor Ngalam. Di Kampung Nila Slilir Kelurahan Bakalan Krajan Kota Malang, saya menjadi support media partner.Â
Belakangan, banyak pertanyaan yang diajukan ke saya pribadi, tentang tips dan trik apa yang harus dilakukan oleh warga kampung yang berminat mengangkat potensi kampungnya menjadi destinasi unik yang dikemudian hari bisa membuka peluang pemberdayaan masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan warga sekitar.Â
Berbekal pada apa yang telah saya lakukan dan study banding di kampung kampung tematik lain di kota malang, artikel ini saya susun dengan harapan bisa menginspirasi banyak kampung di Indonesia menjadi destinasi wisata kampung tematik berbasis potensi keswadayaan dan kearifan lokal masyarakat. Selamat membaca.
Mengenali Potensi Kampung Layak jual
Kampung adalah suatu lingkup kesatuan wilayah yang didiami masyarakat bisa berwujud RT, RW Atau dusun. Kampung ini punya ciri khas yang unik dan bila dikemas secara spesifik bisa menjadi destinasi wisata yang layak dijual kepada wisatawan.Â
Tiap kampung pasti memiliki potensi yang khas yang tidak dimiliki oleh kampung lainnya. Contoh potensi yang bisa jadi modal awal antara lain :
- Sejarah dan adat istiadat kampung yang unik dan tidak ada dikampung yang lain.
- Sumber daya alam seperti pantai, sumber air, sendang, air terjun atau sungai.
- Aktivitas kelompok atau komunitas masyarakat setempat misal kesenian, bermain musik dan permainan anak anak yang sekarang sudah tidak ada tapi lestari di kampung tersebut.
- Bangunan heritage atau situs cagar budaya seperti candi, artefak sejarah atau makam tokoh terkenal.
- Usaha budidaya dan olah kuliner.
- Dan potensi lain yang layak dijual dan unik bagi wisatawan karena apa yang ada ditempat tersebut bersifat khas.
Temukan potensi itu dikampungmu, itu merupakan modal awal dari ide membangun destinasi kampung tematik.Â
Tentukan Siapa Pelaku atau pegiatnyaÂ
Tak semua warga kampung, mau diajak berjuang bersama mewujudkan gagasan tersebut. Pro kontra pasti terjadi karena apa yang dicita citakan, belum terbukti nyata berkontribusi pada masyarakat pada saat gagasan dirintis. Seorang pelaku atau pegiat akan dituntut kepastian akan suksesnya sebuah gagasan. Padahal sebuah sukses bukan untuk ditonton, tapi harus diperjuangkan bersama melalui guyub rukun dan keswadayaan.Â
Saat gagasan dirintis, banyak pihak intern mencibir, mencemooh, menghina,mentertawakan, dan tidak Sudi membantu atau mendukung, Â namun saat gagasan sudah membuahkan hasil, maka akan banyak pihak menjadi pahlawan kesiangan dengan main klaim seenaknya sendiri, padahal diawal mereka tidak berbuat apapun.
Pada masa awal, Banyak pihak mempertanyakan apakah ada dananya, baru kemudian gagasan tersebut dikerjakan. Padahal dana bantuan dari instansi terkait tidak akan didapat jika bukti nyata belum ada. Beberapa kampung ada yang merilis proposal permohonan bantuan, dengan harapan ada bantuan mewujudkan gagasan.Â
Disinilah dibutuhkan tokoh penggerak yang visioner. Bentuklah pengurus sebagai pelaku atau pegiat dari gagasan tersebut. Gagasan kampung ini harus diawali dengan keswadayaan masyarakat. Kerjakan dengan rumus gotong royong dan guyub rukun agar gagasan dimaksud bisa dilihat nyata. Dilapangan banyak gagasan hanya brilian diatas konsep, tapi bukti nyatanya kosong melompong.Â
Pengurus inilah yang kedepannya menjadi leader yang memimpin dan bertanggung jawab mewujudkan langkah langkah gagasan. Berilah bukti dahulu, misal memastikan dimana sekretariat. Laporan berkala progresnya termasuk kendala yang dihadapi. Musyawarah mufakat adalah cara efektif menyelesaikan setiap permasalahan.Â
Faktor kepengurusan ini perlu dibuat agar ada unsur yang bertanggung jawab dengan pembagian tugas yang jelas dan adil sesuai tugas pokok dan kemampuannya. Sebuah kampung tematik tanpa pengurus, ibarat perahu tanpa nahkoda. Pencapaian tujuan dari gagasan tidak akan terukur karena akan jadi mobil tanpa sopir. Kuda tanpa joki. Komputer tanpa software.
Beberapa urusan dibutuhkan pemimpin yang amanah, dapat dipercaya dan punya komitmen tinggi dalam sebuah perjuangan membentuk destinasi kampung.Â
Dibeberapa tempat kelompok ini harus punya legalitas jelas dan berbadan hukum. Kepercayaan dari pihak ke tiga bisa dibentuk berdasarkan legalitas kampung tersebut. Misal ber- SK dari lurah setempat, memegang SK Pokdarwis dari pemerintah Kota/kabupaten dan punya legalitas pendirian ber SK notaris.Â
Kenapa hal ini harus dimiliki? Karena seberapa hebat prestasi bisa dicapai, tanpa kejelasan status legalitasnya, tak ada pihak ke tiga yang percaya.Â
Bantuan, misal bantuan dari pemerintah atau bantuan support dari perbankan, hanya bisa diberikan pada institusi yang memiliki legalitas yang jelas.
Awali dengan swadaya.
Destinasi kampung tematik, setelah dibentuk kepengurusan, haruslah memiliki tujuan yang jelas untuk apa dibentuk dan kemana arahnya.Â
Jika diawal tidak punya tujuan, atau hanya sekedar ikut ikutan agar memperoleh bantuan seperti di kampung sebelah, progres pengembangan dari kampung juga tidak terukur capaiannya. Hanya kumpul kumpul tapi tidak tahu untuk apa destinasi itu diangkat.Â
Apakah tujuannya wisata, apa tujuannya destinasi edukasi atau tujuannya menjadi semacam pujasera. Apapun bentuk dan tujuannya, awali dengan swadaya dan mulailah berkarya melalui wadah tersebut.
Hal hal yang saya sampaikan diatas baru pada tahap dasar pondasi sebuah kampung tematik. Potensi ada, layak jual. Benahi dan tata kampung dengan swadaya dan gotong royong, sesuai kearifan lokal asli Indonesia. Percantik lokasi hingga layak dikunjungi sesuai tujuan pembentukannya, apakah wisata atau pusat studi dari potensi yang diangkat. Gagasan gagasan ini harus ada yang jadi pengurus dan pegiatnya.Â
Merekalah yang bertanggung jawab mengelola sesuai sistem yang disepakati. Jangan memberi beban pada satu orang saja, sementara yang lain hanya jadi penonton. Didalamnya harus ada pembagian tugas, wewenang dan buatlah perencanaan yang jelas dan siapa yang harus melaksanakannya.Â
Bentuk jaringan sinergi lintas sektoral agar jika ada kunjungan, destinasi yang kamu bangun tidak mengganggu lingkungan. Minimal masyarakat sekitar mengetahui, unsur unsur masyarakat dan pemerintahan akhirnya bisa mensupport.
Beberapa hal yang lain akan saya tulis diartikel selanjutnya. Semoga tulisan ini menginspirasi.
Malang, 23 Desember 2021
Di tulis oleh Eko Irawan
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI