Jika diawal tidak punya tujuan, atau hanya sekedar ikut ikutan agar memperoleh bantuan seperti di kampung sebelah, progres pengembangan dari kampung juga tidak terukur capaiannya. Hanya kumpul kumpul tapi tidak tahu untuk apa destinasi itu diangkat.Â
Apakah tujuannya wisata, apa tujuannya destinasi edukasi atau tujuannya menjadi semacam pujasera. Apapun bentuk dan tujuannya, awali dengan swadaya dan mulailah berkarya melalui wadah tersebut.
Hal hal yang saya sampaikan diatas baru pada tahap dasar pondasi sebuah kampung tematik. Potensi ada, layak jual. Benahi dan tata kampung dengan swadaya dan gotong royong, sesuai kearifan lokal asli Indonesia. Percantik lokasi hingga layak dikunjungi sesuai tujuan pembentukannya, apakah wisata atau pusat studi dari potensi yang diangkat. Gagasan gagasan ini harus ada yang jadi pengurus dan pegiatnya.Â
Merekalah yang bertanggung jawab mengelola sesuai sistem yang disepakati. Jangan memberi beban pada satu orang saja, sementara yang lain hanya jadi penonton. Didalamnya harus ada pembagian tugas, wewenang dan buatlah perencanaan yang jelas dan siapa yang harus melaksanakannya.Â
Bentuk jaringan sinergi lintas sektoral agar jika ada kunjungan, destinasi yang kamu bangun tidak mengganggu lingkungan. Minimal masyarakat sekitar mengetahui, unsur unsur masyarakat dan pemerintahan akhirnya bisa mensupport.
Beberapa hal yang lain akan saya tulis diartikel selanjutnya. Semoga tulisan ini menginspirasi.
Malang, 23 Desember 2021
Di tulis oleh Eko Irawan
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI